Serangan ISIS di Iran, AS Sempat Ingatkan Soal Ancaman Teroris

WASHINGTON – Pemerintah Amerika Serikat (AS) ternyata sempat memberikan peringatan kepada Iran soal “ancaman teroris” di wilayahnya, sebelum serangan bom mematikan di kota Kerman, awal bulan ini, yang diklaim oleh kelompok radikal Islamic State (ISIS).

Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Jumat (26/1/2024), informasi tersebut diungkapkan oleh seorang pejabat AS yang enggan disebut namanya. Peringatan soal ancaman teror itu tetap diberikan oleh Washington kepada Teheran meskipun hubungan kedua negara tidak akur.

Dua ledakan mengguncang acara peringatan kematian Jenderal Qassem Soleimani, mantan komandan Pasukan Quds pada Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), yang digelar di kota Kerman, Iran bagian tenggara, pada 3 Januari lalu. Nyaris 100 orang tewas dan lebih dari 200 orang lainnya mengalami luka-luka.

Soleimani, yang selama dua dekade memimpin Pasukan Quds cabang operasi luar negeri IRGC, tewas dalam serangan udara AS di Irak pada Januari 2020.

“Pemerintah AS mengikuti kebijakan ‘kewajiban untuk memperingatkan’ yang sudah lama diterapkan di seluruh pemerintahan untuk memperingatkan pemerintahan-pemerintahan terhadap potensi ancaman mematikan,” ucap pejabat AS tersebut.

“Kami memberikan peringatan ini sebagian karena kami tidak ingin melihat nyawa tidak berdosa hilang dalam serangan teror,” imbuhnya seperti dilansir detikcom.

Media terkemuka Wall Street Journal menjadi yang pertama melaporkan soal hal ini pada Kamis (25/1/2024) waktu setempat.

Direktur program Timur Tengah pada lembaga think-tank CSIS di Washington, AS, John Alterman, menyebut peringatan itu mungkin mencerminkan keinginan AS yang lebih luas untuk berdialog dengan Iran, meskipun baru-baru ini terjadi serangan oleh proksi yang didukung Teheran terhadap kepentingan Washington, Israel dan negara-negara Barat lainnya, serta kemajuan program nuklir Iran.

Alterman menyatakan bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden memiliki keyakinan jika dialog antara Washington dan Teheran bisa menguntungkan kedua negara.

Namun upaya Biden untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran tahun 2015 lalu yang ditinggalkan mantan Presiden Donald Trump tahun 2018 telah gagal. Kendati demikian, Alterman menilai para penasihat Biden masih ingin mencari cara untuk berkomunikasi dengan Teheran.

“Mereka selalu percaya pada perlunya dialog, dan masalahnya adalah tentang apa dan dengan syarat apa. Ini adalah kesempatan untuk mulai membangun kepercayaan, yang menurut saya, merupakan bagian dari pedoman diplomasi,” sebutnya. (win)