
Jimmi Carter
Pekanbaru – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Batin Solapan, Harianto mempertanyakan Polda Riau terkait penangkapan alat berat milik Kelompok Tani Hutan beberapa waktu lalu.
“Kesimpulan saya di desa Petani ini, berat sebelah. Ketika penangkapan alat ini ada alat lain yang bekerja. Mengapa alat milik kelompok tani hutan yang hanya sekedar meratakan semak-semak untuk dijadikan pusat pembibitan tanaman hutan ditangkap. Dan yang lainnya di sebelah itu sudah ditanam mengapa tidak ditangkap,” ucapnya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPRD Riau, Rabu (18/1/2023).
Harianto pun mempertanyakan Polda Riau terkait perlakuan hukum yang berbeda tersebut. Ia berharap agar penegak hukum berdiri ditengah-tengah, bukan memihak kepada siapapun.
“Jangan masyarakat yang jelas buta hukum dipermainkan alias dikriminalisasi. Kasihan anak negeri ini. Kami dari Lembaga adat sangat tidak setuju. Kalau mau tegakkan hukum, tegakkan bersama-sama. Mari kita ke lapangan, kita siap mendukung aparat hukum,” tegasnya.
Sementara itu Jimmy Carter, adik dari salah satu tersangka yang yang ditangkap beberapa waktu lalu, memprotes Polda Riau. Pasalnya, dugaan perambahan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) di kawasan hutan di Desa Petani, Kecamatan Batin Solapan, Kabupaten Bengkalis tersebut, bukan hanya kelompok tani, tapi juga ada anggota DPRD Bengkalis.
“Kalau memang polisi bertindak adil, tentunya oknum anggota dewan yang juga perambah HPT tersebut ikut ditahan,” katanya.
Koptan menurutnya, tidak melakukan perambahan hutan melainkan pembersihan lahan untuk tempat pembibitan tanaman kehutanan yang nantinya akan ditanam di kawasan tersebut.
“Koptan telah terdaftar sebagai Kelompok Tani Hutan (KTH) di Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK). Bibit yang akan kami semai tersebut untuk kami tanam dalam program perhutanan sosial,” jelasnya.
Sementara lanjutnya, oknum dewan Bengkalis tersebut sudah menanam tanaman kelapa sawit di bagian lainnya di wilayah HPT tersebut, namun mereka tidak ditangkap.
“Jadi kami merasa ada tebang pilih dalam masalah ini, rakyat biasa ditangkap, oknum anggota dewan dibiarkan, padahal masing-masing mereka menguasai lahan seluas 60 hektar dan informasi yang kami dapat, yang sudah tertanam 30 hektare,” ucapnya.
Selain anggota dewan terangnya, ada juga oknum jaksa dan pejabat Pemkab Bengkalis yang diduga menguasai lahan di HPT tersebut.
“Kalau polisi bertindak adil dan kawasan tersebut adalah HPT, seharusnya mereka juga ditangkap, jangan hanya kami yang rakyat biasa saja yang ditangkap,” pintanya.
Ia berharap melalui RDP tersebut komisi II DPRD Riau mau memberikan rekomendasi untuk membebaskan 4 orang petani yang ditangkap tersebut. (fin)