Lagi ! Dirut PHR tak Hadir, DPRD Riau Kembali Batal Gelar RDP

Pekanbaru – Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Jaffee Arizon Suardin, kembali tak hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPRD Provinsi Riau, Kamis (2/2/2022). Ia hanya mengirim kuasa kepada EVP Upstream Business PHR WK Rokan, Edwil Suzandi. Alhasil, RDP Komisi V DPRD Riau dengan PT PHR pun batal digelar.

Wakil ketua DPRD Riau Syafaruddin Poti awalnya meminta persetujuan anggota komisi V DPRD Riau yang hadir antara lain Karmila Sari, Samsurizal, Sugianto, Ade Hartati, Arnita Sari apakah RDP ini dilanjutkan atau tidak, ucapnya sesaat setelah membuka RDP di ruang Medium DPRD Riau, Kamis (02/02/2023).

Menanggapi hal itu, Sugianto mempertanyakan PHR apakah lembaga DPRD Riau sebagai instansi pemerintah tidak dianggap sehingga pimpinan PHR tak hadir dan hanya memberikan surat kuasa.

“Karena yang kita bahas ini bukan sekedar kecelakaan kerja. Banyak persoalan PHR ini yang perlu kita tahu. Mulai dari perpindahan Chevron ke PHR, masyarakat Riau sudah sengsara,” ujarnya.

Tak sampai disitu, politisi asal fraksi PKB DPRD Riau itu menyoroti perjanjian HO dari Chevron kepada SKK Migas. Ia mengatakan sungguhnya masalah limbah sebenarnya pihaknya juga akan mempertanyakan.

“Jadi mengapa tidak hadir hari ini pak. Jadi menurut saya ini melecehkan pemerintah Provinsi Riau,” ucap Sugianto dengan nada tinggi.

Untuk itu tambah Sugianto, pihaknya meminta pimpinan rapat agar RDP ini ditunda sampai Jafee Arizon Suardin hadir disini, ujarnya.

“Saya mewakili fraksi PKB DPRD Riau di komisi V, rapat ini kita tunda sampai saudara Jafee Arizon Suardin itu hadir disini. Kalau cuma surat kuasa seperti ini, berarti lembaga kita ini diremehkan,” ujar Sugianto.

Hal berbeda disampaikan Karmila Sari. Ia meminta rekan-rekannya komisi V untuk fokus saja terkait meninggalnya 8 karyawan dari 5 vendor PHR.

“Jadi sebaiknya kita fokus. Sekiranya nanti ada tambahan, bisa nanti diagendakan berikutnya. Tapi paling tidak poin dari pada apa yang disampaikan disini dapat,” ujar ketua fraksi Golkar DPRD Riau tersebut menyarankan.

Senada dengan Sugianto, anggota fraksi PAN komisi V DPRD Riau Ade Hartati meminta pimpinan rapat agar RDP ini ditunda saja.

Sementara Samsurizal meminta pimpinan rapat untuk melanjutkan RDP dengan fokus saja terhadap musibah yang menimpa 8 karyawan PHR. Alasannya kasus ini sangat ditunggu-tunggu oleh media dan masyarakat, bagaimana perhatian DPRD Riau terhadap hal itu.

“Kalau menurut saya kita batasi saja dahulu kegiatan yang 8 kejadian itu. Namun harapan kita kegiatan pertemuan ini akan kita lanjutkan di kemudian hari. Bilamana kita tunggu betul Direktur itu kapan dia siap menghadiri menjumpai kita disini,” ujarnya.

Sementara itu ketua DPRD Riau Yulisman yang turut hadir pada kesempatan itu mengatakan, topik RDP hari ini dinilai sangat penting sekali.

“Kalau tidak penting tentu saya dengan pak Poti mungkin ndak hadir disini. Namun karena ini terkait dengan peristiwa yang sebenarnya dalam perburuhan kesepakatan ILO, pak Imron (Kadisnaker Riau, red) mungkin lebih faham dari pada kami bahwa manusia adalah diatas segalanya.

Dikatakan Yulisman, untuk persoalan ini pihaknya sepakat terhadap Karmila Sari bahwa PHR ini dihadirkan semangat merah putih.

“Jangan sampai menghadirkan Dirut PHR ini, lebih susah dulu menghadirkan Dirut Chevron, pak Wan Dedi. Jadi ini contoh yang enggak baik,” katanya.

Ia menerangkan DPRD Riau sebagai lembaga formal. Oleh karena itu kalau tidak saling menghargai siapa lagi yang mau menghargai kita bersama.

Menyikapi hal itu pimpinan rapat Syafaruddin Poti mengatakan RDP ini ditunda dan tidak akan mengundang PHR lagi.

“Iya RDP ini kita tunda. Selanjutnya kita akan bentuk Panitia khusus (Pansus). Kami akan turun bersama tenaga kerja, mungkin tidak melibatkan undangan lagi. Karena 3 kali diundang tidak hadir,” tegasnya.

Dikonfirmasi terpisah usai RDP, pihak PHR melalui Rudi mengaku, pihaknya respek kepada DPRD. Ia mengatakan, di hari yang sama Dirut PHR sedang ada kegiatan yang tak kalah penting untuk pengembangan PHR kedepan.

Selanjutnya GM PHR dalam aturannya sebenarnya kepala tekhnik yang bertanggungjawab penuh pada seluruh Wilayah Kerja (WK) PHR.

“Jadi sebenarnya beliau ini pimpinan tertinggi kami di WK Rokan,” ujarnya.

Sementara penerima kuasa khusus EVP Upstream Bussines PHR WK Rokan, Edwil Suzandi ketika dikonfirmasi mengaku tak kecewa. Ia mengaku dirinya menghormati keputusan dewan yang terhormat.

“Jadi apapun keputusannya akan kami jalani, termasuk menunda rapat pada hari ini. Intinya kami tetap menghormati proses yang berjalan,” tukasnya. **(fin)