Honorer K2 Demo ke Kantor Gubernur Riau, Tuntut Diangkat Jadi PNS

Honorer K2 Demo ke Kantor Gubernur Riau, Tuntut Diangkat Jadi PNS

POTRET24.COM, PEKANBARU – Guru honorer Kategori dua (K2) yang tergabung dalam Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I) menggelar aksi demo, Rabu (25/9/2018) di samping kantor Gubernur Riau, tepatnya dekat Tugu PON di Jalan Cut Nyak Dien Pekanbaru. Aksi mereka menuntut untuk diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Dari Jalan Cut Nyak Dien, massa aksi bergerak ke kantor Gubernur Riau. Mereka rencananya akan menyampaikan aspirasinya langsung kepada pejabat di Pemprov Riau.

Sebelumnya, keputusan pemerintah untuk menerapkan skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam menyelesaikan masalah tenaga honorer kategori 2 (K2) merupakan kemajuan. Dengan catatatan, tes yang diterapkan dalam PPPK tetap mengutamakan kualitas. Terutama tes PPPK bagi formasi guru yang sekarang masih berstatus honorer.

Pengamat Pendidikan Itje Chodidjah menuturkan, skema PPPK bagi guru honorer menjadi kebijakan paling logis dan tidak menggadaikan kualitas pendidikan nasional. Pasalnya, tidak semua kualitas dari guru honorer K2 memenuhi standar. Kendati demikian, mereka tetap harus diberi kesempatan untuk menjadi PPPK agar mendapatkan penghasilan yang lebih baik.

“Untuk peraturan memasukan orang menjadi CPNS kan ada UU ASN yang sudah baku. Di mana orang berusia di atas 35 tahun tidak bisa diterima jadi PNS. Nah, tetapi guru-guru honorer yang memang sudah mengabdi puluhan tahun dan kualitasnya baik juga harus dihargai. Harus dimasukkan dalam skema apapun, termasuk PPPK,” kata Itje kepada “PR” di Jakarta, Jumat 21 September 2018.

Ia menilai, skema PPPK bisa menjadi solusi di tengah tarik ulur kepentingan guru dan pemerintah. Menurut dia, tuntutan merevisi UU Nomor 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) berpotensi kontraproduktif. Antara memenuhi keingginan guru honorer dan kepentingan masa depan anak didik.

Ia mengatakan, para guru honorer seharusnya tidak mempermasalahkan pembatasan usia 35 tahun seperti yang tertulis dalam UU ASN. Menurut dia, yang harus diperjuangkan dan dipertanggungjawabkan para guru honorer seharusnya terkait peningkatan kompetensi dan perbaikan penghasilan.

“Menuntut revisi pembatasan usia itu kurang relevan. Masa UU nya dilonggarkan? Kalau usia 35 baru mulai berkarier menjadi guru, itu sebenarnya tidak ringan. Apalagi meminta saat 45 tahun ke atas, menurut saya sih kurang pas. Karena usia segitu seharusnya sudah mapan, bukan baru memulai karier. Walaupun boleh dikata, mereka sudah memulainya sejak lama (honorer). Jadi PPPK itu saya kira merupakan kemajuan, pemerintah memberikan penghargaan kepada para guru honorer K2,” ujar Itje.(Lis)