POTRET24.COM, PEKANBARU – Aktivitas penderita seks menyimpang homoseksual di Kota Dumai, makin mengkhawatirkan. Tenaga pendamping dari kelompok berisiko mendapati pasangan gay atau lelaki suka lelaki ini saat hendak berduaan di sebuah hotel, di Kota Dumai pekan lalu.
Parahnya lagi, penderita seks menyimpang homoseksual ini berasal dari kalangan remaja. Bahkan di antaranya ada yang masih sekolah.
Fakta di lapangan, remaja yang terlibat hubungan sesama jenis ini tidak hanya didorong kepuasan seksual. Faktor ekonomi untuk menunjang kehidupan ikut mendorong mereka terlibat cinta sesama jenis.
Lalu masuk dalam lingkaran kelompok berisiko homoseksual.
Homoseksual menempati faktor risiko ketiga dalam penularan HIV/AIDS di Kota Dumai. Kota Dumai masuk sebagai daerah dengan populasi penderita HIV/AIDS tertinggi kedua setelah Pekanbaru.
Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Dumai dan Pemerintah Kota Dumai terkendala minimnya anggaran untuk menjangkau anak-anak dan remaja usia sekolah tersebut.
Saat ini dana KPA Dumai kurang dari Rp 100 juta. Mereka kini hanya mengoptimalkan anggaran daerah berkisar Rp75 juta. Minimnya anggaran itu terjadi setelah terhentinya kucuran dana dari Global Fund.
“Tapi kita tetap berupaya optimal,” terang Ketua KPA Dumai Eko Suharjo dilansir dari Tribunpekanbaru.com
Menurutnya, upaya penanggulangan HIV/AIDS untuk kawula muda masih berkutat pada sosialisasi di sekolah-sekolah.
Eko mengakui belum ada formula khusus untuk menggandeng kawula muda terhindar dari seks bebas, yang merupakan faktor utama penularan HIV/AIDS.
“Kalau sosialisasi di sekolah ya sudah ada. Baru ini upaya kita mencegah penularan HIV/AIDS untuk anak muda,” terangnya.
Malu Mengakui
Untuk jumlah kasus HIV/AIDS sejak 1997 hingga tahun 2018, menurut data di KPA Riau, sudah mencapai 4.820 kasus. Sebanyak 548 orang meninggal dunia.
“Kebanyakan masih malu ketika menyadari telah menderita penyakit ini. Dan akhirnya ketika sudah sakit parah akibat daya tahan tubuh sudah terus berkurang, baru ketahuan (mengidap HIV/AIDS) saat dirawat di rumah sakit,” ujar Kabid Pencegahan Pengendalian Penyakit (P2P) Diskes Riau, Muhammad Ridwan kepada Tribunpekanbaru.com.
Sebanyak 93 persen dari kasus HIV dan AIDS di Riau terdeteksi melalui rumah sakit, saat yang bersangkutan menderita sakit dan saat tes darah. (Lis)