Potret HukrimPotret PendidikanPotret Riau

Gara-gara Ikut Test CPNS, Dosen Kontrak di Universitas Riau Terancam Diberhentikan

3
×

Gara-gara Ikut Test CPNS, Dosen Kontrak di Universitas Riau Terancam Diberhentikan

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (net/goriau.com)

PEKANBARU – Ingin mengubah nasib ternyata tak semudah membalik telapak tangan. Gara-gara mengikuti test Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2024, seorang dosen kontrak di Fakultas Hukum Universitas Riau (Unri), Zainul Akmal, S.H., M.H malah terancam diberhentikan. Kok bisa begitu, karena penasaran, Zainul pun sudah membuat pengaduan kepada Presiden Republik Indonesia serta anggota DPR RI dan DPD RI.

“Karena tahun ini saya mengikuti seleksi CPNS dan tidak bisa mendaftar seleksi PPPK, pihak universitas menyimpulkan akan memberhentikan saya,” ujarnya.

Laporan pengaduan ini diajukan sebagai upaya memperjuangkan haknya yang dinilai terabaikan oleh kebijakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPANRB).

Zainul menjelaskan bahwa dirinya telah bekerja sebagai dosen kontrak di Unri sejak 2018 hingga 2024, dengan masa kerja enam tahun. Namun, nasibnya kini terancam karena tidak terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN), sehingga tidak dapat mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sementara itu, pihak universitas telah menyatakan akan memberhentikannya karena ia memilih mengikuti seleksi CPNS.

Zainul menilai MENPANRB telah melakukan pembiaran terhadap nasib pegawai non-ASN yang tidak terdaftar dalam database BKN. Kebijakan yang tertuang dalam Surat Edaran MENPANRB Nomor B/5993/M.SM.01.00/2024 dan B/239/M.SM.01.00/2025 dinilai merugikan hak pegawai non-ASN seperti dirinya. Surat edaran tersebut hanya mengakomodir pegawai non-ASN yang terdata dalam BKN, sementara Zainul dan rekan-rekannya yang tidak terdata tidak mendapatkan kesempatan yang sama.

“Kebijakan MENPANRB dalam bentuk surat edaran tersebut membuat hak kami untuk diangkat menjadi ASN atau PPPK terabaikan. Padahal, kami telah mengabdi selama bertahun-tahun dengan tugas dan tanggung jawab yang sama seperti pegawai ASN,” ujarnya.

Dasar Hukum

Zainul menegaskan bahwa pemberhentian dirinya sebagai dosen kontrak bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan.

Pertama, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pasal 66 menyatakan bahwa pegawai non-ASN wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024. Artinya, Zainul seharusnya diberi kesempatan untuk diangkat sebagai ASN atau PPPK, bukan diberhentikan.

Kedua, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 119/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa pegawai honorer yang tidak terdata di BKN tetapi secara faktual telah memenuhi persyaratan waktu mengabdi harus dilindungi haknya dan diproses menjadi PPPK.

Ketiga, Pasal 69 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi memberikan kewenangan kepada badan penyelenggara perguruan tinggi untuk melakukan pengangkatan dan penempatan dosen dan tenaga kependidikan. Zainul menilai Unri seharusnya mempertahankan dirinya sebagai dosen kontrak atau mengusulkannya menjadi dosen PPPK paruh waktu.

Mohon Keadilan

Dalam laporan pengaduannya kutip goriau.com, Zainul meminta agar Presiden RI dan MENPANRB meninjau ulang kebijakan yang dinilai merugikan pegawai non-ASN. Ia juga meminta agar pemerintah mengakomodir hak pegawai non-ASN yang tidak terdata di BKN untuk diangkat sebagai PPPK paruh waktu atau ASN.

“Saya hanya meminta keadilan. Saya telah mengabdi selama enam tahun dengan tugas dan tanggung jawab yang sama seperti dosen ASN. Saya juga telah ditetapkan sebagai Koordinator Program Kekhususan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara di Fakultas Hukum Universitas Riau dengan masa jabatan 2022-2026,” ucapnya.

Putusan MK Nomor 119/PUU-XXII/2024 menjadi landasan kuat bagi Zainul untuk memperjuangkan haknya. MK menegaskan bahwa pegawai honorer yang tidak terdata di BKN tetapi telah memenuhi syarat waktu mengabdi harus diproses menjadi PPPK. Zainul berharap putusan ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan Unri untuk tidak memberhentikannya secara sepihak.

“Saya hanya ingin melanjutkan pengabdian saya sebagai dosen,” tutupnya.

Hingga saat ini, status Zainul masih belum jelas. Surat pemberhentiannya tidak pernah sampai kepadanya.

“Saya tetap mengajar, hanya berdasarkan info lisan, akan dibayar dengan sistem SKS atau dikenal sebagai dosen LB,” jelasnya.

Ia juga telah menghadap pimpinan Fakultas Hukum Unri, namun mereka menyatakan bahwa keputusan tersebut bukan wewenang mereka.

“Kewenangannya ada di Wakil Rektor II bersama Rektor. Mereka (pimpinan FH) telah memperjuangkan,” jelas Zainul.

Ketika Zainul menghubungi Rektor Unri, Sri Indarti, melalui WhatsApp pribadinya, Rektor mengarahkan agar ia menanyakan lebih lanjut kepada Wakil Rektor II. (***)