2 Juni 2025

Suasana training pengorganiasian keselamatan dan kesehatan kerja di salah satu ruangan Hotel Fox Pekanbaru. (foto: fin)

PEKANBARU – Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan pekerja terkait Keselamatan dan Kesehatan Tenaga Kerja (K3), Federasi Pertambangan dan Energi, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPP FPE-KSBSI) menggelar training pengorganisasian keselamatan dan kesehatan kerja di Hotel FOX Jalan Riau Pekanbaru, Selasa (22/8/23).

Training ini dihadiri Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Imron Rosyadi sekaligus sebagai narasumber.

Ketua DPP FPE-KSBSI Riswan Lubis mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan kawan-kawan pekerja di PT PHR tentang K3. Karena pasca diserahkannya pengelolaaan minyak PT. Chevron ke PHR, angka kecelakaan kerja meningkat.

“Dimana, sebelumnya ketika Chevron dulu itu walaupun ada mungkin ada, tapi tidakย  sebanyak sekarang ini,” ujarnya.

Riswan mengatakan, pihaknya ingin menyadarkan para pekerja bahwa budaya K3 itu perlu ditingkatkan, supaya jangan kecelakaan kerja, jangan lagi terjadi di PHR, tukasnya.

Dari catatan FPE ucap Riswan, angka kecelakaan kerja selama dikelola oleh PHR dua tahun terakhir, dibawah 50 orang. Dan angka tersebut dinilai cukup cukup tinggi.

“Sebagian memang karena jantung, tapi sebagian murni kecelakaan kerja,” ucapnya.

Riswan menceritakan, pihaknya sudah bertemu dengan salah satu komisarisnya PHR. Ia menyampaikan keluhan terkait kondisi sekarang yang tiba tiba angka kecelakaan kerja tinggi di PHR.

“Nah komisarisnya sendiri menyadari bahwa memang perlu ada beberapa evaluasi terkait itu. Dan karena itu juga kita berencana besok untuk mencoba bertemu dengan pimpinan PHR yang ada di sini,” tukasnya.

“Ayolah kita evaluasi ayo kita perbaiki apa yang harus kita perbaiki terkait soal K3 ini. Sebaiknya kita enggak berantem gitu kan? Tapi kita mencari jalan keluar bagaimana kita mengurangi atau menghilangkan atau jangan sampai terjadi kecelakaan kerja, apalagi sampai merenggut nyawa karena pasti semua tidak menginginkan ada orang yang meninggal,” ujarnya.

PHR sendiri ucap Riswan akan rugi apalagi karyawannya sendiri dengan upah yang kecil, terus dia meninggal, dia kepala keluarga itu juga akan jadi persoalan yang serius juga.

Riswan mengatakan, sebenarnya ada banyak faktor yang memicu kecelakaan kerja di PHR.

“Kalau faktor leluconnya gini pak. Orang bekerja di Migas berpikir dia akan mendapatkan upah yang gede, masa kerja yang pasti. Kita sama sama tahu bahwa di PHR sekarang ini kontrak kerjanya sebagian pendek. Yang kedua upahnya juga tidak besar. Terus ketika nanti pada pada gajian, orang sudah stres duluan. Karena utangnya lebih besar daripada pendapatannya. Sehingga sakit jantung itu akan jadi jadi muncul gitu,” paparnya.

Upaya PHR untuk Medical Check Up (MCU) guna memastikan karyawannya tidak terdeteksi penyakit jantung, kata Riswan juga hal yang positif.

“Tapi sebenarnya mau kita telusuri sebenarnya apa penyebabnya. Itu yang perlu di pikirkan secara bersama-sama. Jadi belum bisa kita simpulkan,” tandasnya.

Riswan berharap Indonesia maju, produksi migas yang 30% dari produksi nasional bisa dipertahankan.

Tepisah, ketua FPE-KSBSI Kabupaten Siak Swandi Hutasoit mengatakan, apa yang disampaikan Kadisnakertrans Riau bhawa merunut kejadian-kejadian yang sebelumnya terkait kematian di wilayah kerja PHR, benar adanya.

Ia mengatakan bahwa meninggalnya pekerja di PHR diantaranya faktor kesehatan, penyakit jantung.

Sejauh ini kata Swandi langkah-langkah yang sudah dilakukan Disnakertras Riau yakni menekan atau menginstruksikan kepada PHR untuk untuk melakukan MCU. Nah, itu salah satu langkah yang konkret.

Berikutnya masyarakat fatality, pihak dinas juga sudah melakukan investigasi dan merekomendasikan bahwa ditemukan peralatan yang sudah lama, sudah uzur dan tidak layak lagi dioperasikan.

“Kita tunggu lah tindakan dari pihak dinas untuk menekan PHR-nya. Bagaimana itu peralatan sudah lama itu diremajakan dan dilakukan penggantian,” tutup Swandi. (fin)

 

Related News