DPRD Riau Gelar Hearing dengan PT PEU dan Petani Rohul

DPRD Riau Gelar Hearing dengan PT PEU dan Petani Rohul

PEKANBARU – Dipimpin oleh Wakil ketua DPRD Riau, Budiman Lubis, DPRD Riau menggelar hearing dengan PT Padasa Enam Utama (PEU) dan Forum Petani Makmur Sejahtera (FPMS) Kabun, Rokan Hulu (Rohul) di ruang Medium DPRD Riau, Senin (24/3/2025). Hearing tersebut terkait tuntutan warga atas pembangunan kebun kelapa sawit pola kemitraan 20 persen.

Juru bicara FPMS Kabun, Muhammad Aidi mengatakan bahwa areal kebun PT PEU ini sebelumnya merupakan areal kebun PTPN VI. Namun pada tahun 1992 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU) kepada PT PEU seluas 5.860 hektar di KIabun dan Aliantan.

Namun seiring perjalanan waktu masa HGU tersebut habis pada tahun 2022 dan saat ini berstatus Ijin Usaha Perkebunan (IUP) atas nama PT. PEU.

Sesuai UU Cipta Kerja pasal 58 kata Aidi, masyarakat Kabun yang tergabung dalam FPMS menuntut pihak perusahaan untuk memfasitasi pembangunan kebun masyarakat seluas 20 persen, ujar Wakil ketua DPRD Rohul tersebut.

Sementara Direktur Utama PT. PEU, Nofrilda Sibuea membenarkan jika HGU perusahaannya sudah habis pada tahun 2022. Namun kata dia, bahwa HGU tersebut saat ini masih dalam proses perpanjangan.

Wanita berdarah Batak itu mengatakan, bahwa tuntutan masyarakat terkait pembangunan 20 persen kebun masyarakat hingga saat ini pihaknya masih terkendala soal lahan.

Menurutnya, ada beberapa daerah yang sudah di survey. Namun persoalannya status lahan yang belum jelas.

“Ada 800 hektar yang sudah kita survey di daerah Delik Kabupaten Pelalawan. Dan rencananya PT PEU akan melakukan survey lagi guna study kelayakan bersama Koperasi FPMS,,” ujarnya.

Menyikapi hal itu, Wakil ketua DPRD Riau Budiman Lubis meminta pendapat Direktur Jenderal Perkebunan RI, Doris melalui sambungan zoom.

Doris dalam pandangannya mengatakan bahwa masalah tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian nomor 98 tahun 2013.

Sejatinya kata Doris, kebun plasma tersebut sejatinya harus berada diluar ijin usaha dan HGU. Karena kebun masyarakat tersebut tetap menjadi milik masyarakat.

“Nah ketika memang, masyarakat menginginkan lahan berarti lahan masyarakat itu sendiri ataupun ada lahan lain diluar HGU yang dijadikan lahan plasma,” ujarnya.

Namun bila tidak ada lahan lagi kata Doris, setelah dilakukan pencarian dan study kelayakan dan tidak memadai, tidak memungkinkan untuk dijadikan kebun plasma, ada pola lain yaitu, kegiatan usaha produktif.

“Sebenarnya bapak/ibu sekalian baik kebun maupun non kebun, kegiatan usaha produktif ini tujuannya untuk meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Karena keduanya punya nilai ekonomi yang produktif yang memang harus dijalankan oleh masyarakat sekitar,” ujarnya melalui sambungan zoom

FPMR (atas) dan menejamen PT PEU (bawah)

Terkait hal itu ia meminta agar permasalahan ini bisa dilihat secara bersama-sama. Kegiatan usaha produktif bukan hal yang jelek.

Ia pun meminta pertimbangan masyarakat, bilamana nanti pada akhirnya sesuai perjanjian MoU tahun 2023 setelah 3 tahun tidak tersedia, maka jalan penyelesaiannya bisa dilakukan dengan kegiatan usaha produktif, tutup Doris.

Menariknya, ketika Budiman Lubis meminta ketegasan Dinas Perkebunan Riau terkait masa tenggang waktu perusahaan yang sudah habis masa HGU-nya, utusan dari Dinas Perkebunan Riau itu hanya bisa diam.

Hingga berita ini dipublish, hearing yang dihadiri oleh 3 anggota DPRD Riau ini yakni, Monang Eliezer Pasaribu, M Hasby Asyodiqi, Sutan Sari Gunung dan sejumlah instansi terkait masih terus berlangsung. (fin)