Kabupaten KamparPotret HukrimPotret Lingkungan

Khairudin Siregar Tuntut Pengembalian Dana Pengelolaan Lahan Adat Senama Nenek

2
×

Khairudin Siregar Tuntut Pengembalian Dana Pengelolaan Lahan Adat Senama Nenek

Sebarkan artikel ini
Khairudin Siregar. (foto/MC Riau)

PEKANBARU – Persoalan lahan adat masyarakat Kenegerian Senama Nenek, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, seluas 2.800 hektar kembali memanas. Setelah lima tahun dikelola Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES), akhirnya perjanjian kemitraan dengan PTPN V berakhir pada Desember 2024.

Khairudin Siregar, seorang investor yang terlibat dalam pengelolaan lahan tersebut, menegaskan bahwa dirinya tetap melanjutkan pengelolaan melalui CV. Elsa sejak Januari 2025. Ia mengaku terpaksa mengambil langkah ini karena sudah menginvestasikan dana besar dalam pengelolaan lahan tersebut.

“Saya tahu perjanjian itu sudah habis, namun uang saya sudah banyak terpakai. Lalu siapa yang akan bertanggung jawab menggantinya jika tidak dilanjutkan?” tegas Khairudin kutip goriau.com, Minggu (2/2/2025).

Ia merinci, total dana yang telah dihabiskannya untuk pengelolaan lahan mencapai Rp8,5 miliar. “Saya sudah banyak berkorban. Dana ini bukan sedikit, saya meminjam dari BRI untuk pemasokan pupuk dan operasional lainnya,” ungkapnya.

Khairudin menjelaskan bahwa sejak 2020 ia telah menjadi investor dalam pengadaan pupuk dengan dana sekitar Rp5 miliar. Ketika terjadi permasalahan internal di KNES pada November 2023, ia kembali menggelontorkan Rp3,5 miliar untuk menstabilkan kondisi hingga April 2024.

Namun, langkah Khairudin ini dipertanyakan oleh Kuasa Hukum Koperasi Produsen Pusako Senama Nenek (KOPOSAN), Juswari Umar Said dan Emil Salim. Mereka mempertanyakan dasar hukum CV. Elsa yang tetap mengelola lahan setelah berakhirnya perjanjian KNES dengan PTPN V.

“Seharusnya setelah masa perjanjian kemitraan berakhir pada Desember 2024, tidak ada lagi aktivitas pengelolaan di lahan tersebut. Ninik Mamak sudah mencabut mandat pengelolaan dari KNES. Statusnya harus status quo karena masyarakat tidak mau lagi bergabung dengan KNES,” ujar Juswari, Kamis (30/1/2025).

Dalam pertemuan dengan Dinas Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kampar, yang dihadiri berbagai pihak termasuk Ninik Mamak Senama Nenek dan pengurus KOPOSAN, dibahas soal legalitas pengelolaan lahan tersebut.

Ketua KOPOSAN, Alfajri, menegaskan bahwa sekitar 600 anggota KNES telah keluar dan bergabung dengan KOPOSAN. Mereka kecewa dengan pengelolaan KNES yang dinilai tidak transparan dan merugikan masyarakat.

“Untuk apa kami bergabung dengan KNES jika tidak bisa mensejahterakan masyarakat? Gaji yang diterima jauh dibawah standar, bahkan ada yang hanya menerima Rp300 ribu per bulan per persil. Ada ratusan anggota yang tidak menerima gaji sama sekali selama lima tahun terakhir,” jelas Alfajri.

Selain itu, Alfajri mengungkapkan bahwa banyak lahan bersertifikat milik masyarakat dijual tanpa sepengetahuan pemiliknya. KNES juga tidak melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) selama lebih dari tiga tahun berturut-turut, yang menurut peraturan, dapat menjadi dasar pembubaran koperasi oleh pemerintah.

“Setelah perjanjian berakhir, kami tidak mau lagi bergabung dengan KNES. Mereka tidak menjunjung prinsip koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar inilah kami membentuk KOPOSAN,” tambahnya. (***)