Potret Nasional

Viral Fetish Perempuan Mata Diperban, Ini Komentar Psikolog

4
×

Viral Fetish Perempuan Mata Diperban, Ini Komentar Psikolog

Sebarkan artikel ini
Viral fetish perempuan

Potret24.com, Jakarta – Baru-baru ini, seorang perempuan mengaku menjadi korban dugaan fetisisme viral di media sosial. Kejadian ini dialami oleh pemilik akun Twitter @jxpxtcr ketika baru saja mengunggah kondisi matanya yang diperban.

Fetisisme sendiri adalah fantasi atau dorongan seksual yang intens pada diri seseorang ketika melihat benda atau bagian tubuh yang tidak lazim (tidak dianggap seksual secara umum). Fetisisme bisa dibilang sebagai gangguan penyimpangan seksual ketika sudah menimbulkan kerugian untuk diri sendiri atau orang lain.

Korban bercerita mendapat direct message dari akun @mawarputrijul, yang menanyakan kondisi matanya. Lalu, pelaku meminta korban mengirimkan foto matanya yang diperban.

“Awalnya nge-tweet soal kondisi mata aku yang diperban. Lalu malamnya ada yang DM menanyakan mata saya,” katanya kepada detikcom, dalam siaran langsung e-Life, Jumat (13/8/2021).

“Aku nolak karena malu. Dia tetap minta dan bakal kasih foto mata dirinya yang diperban ke aku,” pungkasnya.

Awalnya tidak ada yang aneh setelah korban memberikan foto matanya. Sampai akhirnya, ia menyadari akun tersebut banyak me-retweet konten porno, mulai muncul kecurigaan.

“Mulai curiga lah aku, aku stalk akunnya dan ternyata banyak foto perempuan yang matanya diperban diunggah pelaku. Aku langsung inget kasus Gilang yang punya fetish kain jarik,” tuturnya.

Korban pun mulai mencecar berbagai pertanyaan kepada si pelaku. Sampai akhirnya, pelaku dan korban saling memblokir akun.

“Habis itu dia nge-blok aku dan saya blok balik,” kata korban.

Menanggapi peristiwa tersebut, psikolog klinis sekaligus dosen psikologi Universitas Indonesia, Dian Wisnuwardhani, MPsi, menganggap apa yang dilakukan korban di media sosial adalah hal yang wajar.

“Wajar saja korban berinteraksi dengan teman-temannya di timeline. Dia kan memberitahu bahwa dirinya sedang sakit mata, se-simple itu,” kata Dian.

Namun, ternyata foto milik korban secara tak terduga disalahgunakan oleh pelaku sebagai objek fetisnya. Menurut Dian, fetisisme tersebut telah masuk ke dalam perilaku penyimpangan seksual karena dianggap tidak adanya persetujuan dari korban.

“Aktivitas seksual dengan orang lain harus ada persetujuan. Apa yang mau dilakukan juga harus dibicarakan,” jelasnya.

Dian juga mengapresiasi tindakan korban yang mencari tahu informasi akun pelaku, berani menanyakan maksud dan tujuan pelaku, serta menceritakan ke publik bahwa dirinya menjadi korban.

“Nggak banyak orang yang berani menceritakan kronologi kejadian. Banyak orang yang butuh waktu untuk mulai bercerita ke orang lain,” kata Dian.

Dian menyarankan konsultasi ke konselor jika korban fetisisme mengalami kecemasan atau ketakutan yang mengganggu konsentrasi agar tidak menjadi trauma. (gr)