JAKARTA – Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia membeberkan alasan Indonesia digugat Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
Bahlil menyebut saat ini dunia sedang mendorong sektor energi hijau (green energy) dan industri ramah lingkungan (green industry). Maka ke depan, sumber energi fosil akan ditinggalkan.
Begitu juga dengan kendaraan, lanjut Bahlil, seluruh mobil di dunia akan berganti menjadi berbahan bakar listrik pada 2030.
“Mobil listrik komponennya 40 persen baterai, 60 persen kerangkanya. Baterai ini bahan bakunya ada empat; nikel, kobalt, mangan, dan lithium,” kata Bahlil dalam kuliah umum di Universitas Sebelas Maret, Selasa (22/8/2023).
Bahlil menyebut dari empat bahan baku baterai listrik tersebut, Indonesia memiliki tiga di antaranya, yaitu nikel, kobalt dan mangan. RI hanya tidak memiliki lithium.
Potensi bahan baku baterai listrik yang dimiliki RI tersebut yang membuat negara lain tidak mau industri dalam negeri berkembang.
“Inilah politik luar negeri dunia agar memaksa kita untuk industri kita tidak berkembang di Indonesia,” kata Bahlil.
Kendati demikian, Bahlil menyebut pemerintah tidak menyerah begitu saja. Atas perintah Presiden Jokowi, pemerintah kemudian mengajukan banding.
Tak hanya itu, Indonesia juga menggandeng perusahaan raksasa global seperti LG Energy Solution dari Korea Selatan dan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL) dari China dalam mengembangkan industri kendaraan listrik.
Bahlil menegaskan hilirisasi memberikan keuntungan bagi RI dengan terciptanya lapangan pekerjaan yang luas. Hal itu menjadi modal bagi Indonesia mencapai target pendapatan per kapita US$10 ribu – US$11 ribu dalam 10 tahun mendatang.
“Rumusnya hanya satu, salah satu di antaranya penciptaan nilai tambah lewat hilirisasi,” kata Bahlil. (win)