27 April 2024

Potret24.com-Dualisme kepengurusan Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) turut menyeret LAMR Kabupaten Rokan Hulu dalam dualisme kepengurusan.

2 kubu kepengurusan LAMR Rohul masing-masing kubu H. Zulyadaini yang berinduk ke LAM Riau versi Raja Marjohan dan H. Suparman yang berinduk ke LAM Riau versi Syahril Abu Bakar, saling klaim sebagai pihak yang paling sah.

Sekertaris Umum DPH LAMR versi Raja Marjohan, Datuk Jonaidi Dassa menuding ada kelompok yang sengaja merongrong adat istiadat di tingkat bawah di Rohul.

Datuk Jonaidi Dassa menjelaskan, secara keabsahan, Musda V LAMR Rohul di Gedung LAMR merupakan Musda yang sah karena dihadiri langsung para Datuk Bendahara, selaku Majelis Kerapatan Adat di kecamatan dan LKA sebagai pemegang “Pogang Pakai Adat di tingkat kecamatan dan Pemerintah selaku Payung Panji LAMR Rohul”.

“Bahwa kami membuktikan Datuk adat selaku pogang pakai adat ada disini (Musda Gedung LAMR Rohul,red) semua terdiri dari luhak ada Datuk Bandaharo yang sama dengan majlis kerapatan adat,” terangnya.

Kemudian, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2012, LAMR Riau dibentuk di bawah payung panji Datuk Sri Setia Amanah, dalam hal ini Gubernur Riau, di tingkat provinsi dan bupati di tingkat kabupaten.

“Dalam satu musyawarah dalam AD/ART ada 3 unsur yang harus dipenuhi, yakni ada unsur pemerintah provinsi dan unsur kabupaten, serta pemilik suara. Jika terjadi musyawarah di tingkatnya, maka dikukuhkan oleh Setia Amanah di masing-masing tingkatkan,” jelasnya.

Lalu keputusan Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru Nomor 164 juga menegaskan, menerima eksepsi seluruh tergugat dengan pertimbangan permasalahan para pihak menjadi kewenangan Dewan Kehormatan Adat (DKA) untuk menyelesaikannya sesuai BAB IV Pasal 4 Ayat 1 AD/ART. Sementara, pengurus LAM Riau versi Syahril Abu Bakar sama sekali belum pernah mengajukan perselisihan tersebut ke DKA.

“Jadi harus dipahami, ada 5 unsur dalam kepengurusan LAMR itu. Pertama, pengakuan payung panji di semua tingkatkan, yaitu Gubernur di tingkat provinsi dan bupati di tingkat kabupaten. Kemudian junjungan adat yakni sultan dan keturunan raja, dewan kehormatan adat, Majlis Kerapatan Adat dan terakhir DPH. Dari 5 unsur, 4 unsur mengakui Datuk Marjohan Yusuf,” ujarnya.

Disinggung, terkait Musda lain yang digelar di Hotel Sapadia, Datuk Jonaidi Dassa mengaku tidak mengetahui adanya Musda tandingan itu. yang dilakukan oleh pengurus LAMR versi Syahril Abu Bakar, karena Musda V LAMR Rohul memang sudah waktunya dilakukan.

“Kemarin ada alasan pemerintah belum bisa bersinergi menggelar Musda. LAMR Riau dapat menerima alasan tersebut dan memberikan waktu kepada pengurus LAMR Rohul, karena menyadari pentingnya sinergitas antara lembaga adat dengan pemerintah penting, dan pemerintah baru bisa menyanggupi sekarang,” ujar Jonnaidi Dassa.

Print Friendly, PDF & Email