Potret24.com,- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak pandangan yang sengaja mengaburkan makna jihad bukan bagian dari Islam. MUI juga menolak pandangan yang memaknai jihad dengan semata-mata perang dan khilafah sebagai satu-satunya sistem pemerintahan.
“MUI menggunakan manhaj wasathiyah (berkeadilan dan berkeseimbangan) dalam memahami makna jihad dan khilafah. Oleh karena itu, MUI menolak pandangan yang dengan sengaja mengaburkan makna jihad dan khilafah, yang menyatakan bahwa jihad dan khilafah bukan bagian dari Islam.” ujar Ketua Fatwa MUI Asrorum Niam Soleh di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Kamis (11/11/2021).
“Dalam situasi damai, implementasi makna jihad dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dengan cara upaya yang bersungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah dengan melakukan berbagai aktivitas kebaikan,” jelas Niam.
“Dalam situasi perang, jihad bermakna kewajiban muslim untuk mengangkat senjata guna mempertahankan kedaulatan negara,” ujar Niam.
Selain itu, kata Niam, sistem kepemimpinan Islam bersifat dinamis sesuai kesepakatan dan pertimbangan banyak orang. MUI juga menolak makna khilafah yang disebut sebagai satu-satunya sistem kepemimpinan dalam Islam.
“Khilafah bukan satu-satunya model/sistem kepemimpinan yang diakui dan dipraktekkan dalam Islam. Dalam dunia Islam terdapat beberapa model/sistem pemerintahan seperti: monarki, keemiran, kesultanan, dan republik,” ujar Niam.
“Bangsa Indonesia sepakat membentuk Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sebagai ikhtiar maksimal untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945,” imbuh Niam.
Atas hal itu, MUI pun memberikan rekomendasi kepada masyarakat dan pemerintah. Jihad dan khilafah diharapkan tidak dipandang negatif.
“Kami merekomendasikan agar masyarakat dan pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah,” tutupnya.
Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI yang berlangsung tiga hari di Jakarta membahas 17 masalah, termasuk masalah jihad dan khilafah, kriteria penodaan agama, serta tinjauan mengenai pajak, bea-cukai, dan retribusi.
Selain itu, para ulama membahas masalah pemilihan umum, distribusi lahan untuk pemerataan dan kesejahteraan, hukum mata uang crypto, hukum akad pernikahan via daring, dan hukum layanan pinjaman daring. (detik)