Potret24.com, Pekanbaru – Kepolisian Daerah (Polda) Riau dianggap bisa merugikan pelapor atau korban yang mengalami tindak kejahatan, karena menghentikan perkara di tingkat penyelidikan. Setiap kasus berstatus Stop Lidik juga dianggap memberikan peluang kepada kelompok tertentu untuk melakukan intervensi kepada sejumlah pihak, baik penyidik maupun Pelapor.
Seperti kasus dialami salah seorang warga Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru, Riau bernama Freddy yang merasa menjadi korban atas pemalsuan dan penggelapan surat tanah miliknya beberapa waktu lalu. Laporan atas Laporan Polisi (LP) Nomor : LP/142/III/2020/SPKT/RIAU tertanggal 29 Maret 2020 dengan terlapor masing-masing bernama Mardiani, Keleng Tarigan dan kawan-kawan telah dihentikan penyelidikan nya oleh penyelidik dengan nomor surat ketetapan Nomor : S.Tap/4/II/Res.1.9/2021/Ditreskrimum.
Menanggapi hal itu, Direktur Indonesia Monitoring Development (IMD) Raja Adnan mengatakan setiap kasus yang telah dihentikan di tingkat penyelidikan dengan alasan tidak cukup bukti, sering terjadi dalam berbagai penanganan kasus hukum.
“Hal ini sering terjadi dalam berbagai penanganan kasus hukum terutama melibatkan orang-orang yang dekat dengan kekuasaan, kondisi semacam ini tentu sangat merugikan bagi pencari keadilan yang merasa dirugikan atas suatu peristiwa hukum yang dialaminya,” kata Raja Adnan kepada Potret24.com via seluler.
Namun lanjutnya, dirinya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Mungkin, bisa saja alasan tidak cukup alat bukti benar adanya.
“Bisa saja itu terjadi. Tapi bukan berarti setelah ditemukannya bukti tambahan, kasus tersebut tidak bisa diproses. Justru sangat bisa dilanjutkan kembali,” jelasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Polsek Tenayan Raya sempat memanggil dan memeriksa Pelapor dan beberapa orang saksi terkait kasus pemalsuan dan penggelapan surat tanah puluhan hektar itu.
“Mestinya pihak polsek berkoordinasi terlebih dahulu, setelah mengetahui adanya surat ketetapan penghentian penyelidikan oleh Ditreskrimum Polda beberapa waktu lalu. Misal meminta pelimpahan berkas. Atau penyelidik bersangkutan juga bisa melanjutkan perkara tersebut, seperti surat perintah penyelidikan lanjutan,” pungkasnya
Penyelidikan dalam KUHAP, lanjut Raja Adnan tidak masuk dalam objek praperadilan, kecuali tingkat penyidikan. Jika dihentikan di tingkat penyidikan, disebut dengan SP3, dan hanya bisa digugat lewat peraperadilan di pengadilan.
“Karena bukan merupakan peristiwa pidana, sehingga perkara tersebut tidak bisa dinaikkan ke penyidikan sehingga dibuatlah administrasi penghentian penyelidikan. Dari terbentuknya sampai hari ini KUHAP belum ada mengalami perubahan. Artinya istilah penghentian penyelidikan tak dikenal dalam hukum acara pidana,” jelas Adnan.
Untuk diketahui hingga berita ini dilansir, Polsek Tenayan Raya belum bisa dimintai keterangan soal kepastian hukum atas kasus itu, apakah perkara nya jadi diproses atau tidak?. Kapolsek Tenayan Raya, AKP Manapar Situmeang yang dihubungi via whatsapp enggan berkomentar. (nga)