Potret24.com, Pinrang – Dua guru honorer, MS (32) dan FD (29) serta seorang penjaga pondok, AM (55), di Pinrang, Sulawesi Selatan, telah dinonaktifkan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan. Korbannya merupakan anak di bawah umur yang merupakan murid tempat guru tersebut bekerja.

“Sejak tanggal 19 November kemarin mereka sudah dinonaktifkan, sebelumnya dalam rapat juga sudah kami umumkan (penonaktifannya),” ujar Ketua Yayasan, Arifuddin, Sabtu (21/11/2020).

Arifuddin menjelaskan kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari salah seorang korban ke Badan Konseling.

Arifuddin memerintahkan jajarannya untuk melakukan pengecekan.

“Laporan itu kemudian diteruskan dari pimpinan pondok ke saya, lalu saya perintahkan untuk menelusuri kebenarannya. Karena ini aib bagi pondok pesantren, saya perintahkan untuk klarifikasi kurang lebih 10 hari kita telusuri kebenarannya,” kata Arifuddin.

Dia menjelaskan saat ini pihaknya fokus untuk memulihkan psikologi anak-anak.

“Kita mau pulihkan psikologi anak-anak, kami melihat gesture anak-anak ada kelainan yang sudah terkontaminasi oleh para oknum. Kami berharap pihak KPA untuk membina anak-anak, memberikan pendampingan terhadap trauma yang dialami, selamatkan dunia pendidikan kita, kami bersyukur kasus ini terungkap,” ujar Arifuddin.

Sementara itu, Kepala Dinas P2KBP3A Kabupaten Pinrang, Ridha, mengatakan selain pendampingan hukum, pihaknya juga akan memberikan pendampingan secara psikis.

“Akan kita lihat nanti hasil kajian tim yang mendampingi korban, jika hasil kajian korban dianggap harus mendapatkan pendampingan yang lebih dalam maka akan kita datangkan psikolog dari Makassar untuk pemulihan psikisnya,” ujar Ridha.

Sebelumnya, polisi menangkap tiga orang atas kasus pencabulan sejumlah murid di Pinrang. Dua pelaku yang merupakan guru honorer mencabuli korban dengan awalnya mencari-cari kesalahan korban.

“Mereka mencari-cari kesalahan anak-anak,” ujar Kasat Reskrim Polres Pinrang AKP Dharma Praditya Negara dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (20/11).

Salah satu kesalahan korban yang dijadikan diungkit ialah saat korban membawa ponsel ke dalam asrama. Diketahui, murid dalam MTs tersebut tinggal dalam asrama layaknya pondok pesantren.

“Misalnya (kesalahan) membawa HP kemudian didapat dan dianggap kesalahan, calon korban disuruh mengambil HP ke kamarnya, dan dilakukanlah pemaksaan di kamarnya,” kata Dharma.

Polisi juga mengungkap fakta lain dalam kasus pencabulan ini. MS dan FD yang merupakan guru honorer di MTs tersebut ternyata pernah menjadi murid atau santri di MTs tersebut, sedangkan AM adalah mantan guru dari MS dan FD.

“AM sudah lebih 20 tahun jadi guru di sana, MS dan FD mantan murid AM. Mereka (MS dan FD) pernah diajar,” ungkap AKP Dharma.

Polisi juga menyebut aksi pencabulan para pelaku sudah dilakukan sejak lama, namun baru ketahuan setelah pihak sekolah melapor ke Pusat Layanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Pinrang.

Pelaku diketahui menggunakan berbagai modus untuk mencabuli para korban.

“Mulai dari bujuk rayu hingga intimidasi,” tuturnya. (gr)

Print Friendly, PDF & Email