KUANSING – Tiga pejabat di Pemkab Kuansing terancam dipidana setelah mereka dilaporkan ke Bawaslu. Ketiganya diduga terlibat politik praktis dengan mengajak sejumlah guru untuk memilih salah satu Palson.
Ketiga pejabat yang dilaporkan tersebut adalah seorang Kepala Dinas, Kepala Bidang (Kabid) dan seorang Camat.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kuansing Ade Indra Sakti membenarkan adanya tiga pejabat di lingkungan Pemkab Kuansing yang dilaporkan ke Bawaslu.
Ketiganya kata Ade sebelumnya juga pernah dilaporkan atas peristiwa yang sama, hanya saja dugaannya yang berbeda.
“Sebelumnya ketiga pejabat tersebut dilaporkan pada Jumat (1/11/2024) kemarin. Laporan pertama ada dugaan terkait netralitas. Laporan tersebut kita identifikasi dengan nomor 10. Laporan kedua atas mereka kembali masuk pada Senin (4/11/2024) dengan dugaan tindak pidananya, laporan tersebut kita identifikasi dengan nomor 11,” ujar Ade tulis SM News, Rabu (6/11/2024).
Ade menjelaskan laporan nomor 10 dan 11 tersebut diajukan oleh orang yang sama. Si pelapor adalah warga Kuansing yang berinisial K.
“Pelapor orang yang sama dan yang dilaporkan pun tiga orang yang sama dengan laporan sebelumnya,” ujar Ade.
Untuk laporan dugaan tindak pidana yang dilaporkan terhadap ketiga pejabat tersebut, Ade mengatakan sedang membahasnya bersama tim Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Jika laporan tersebut memenuhi unsur, pihak Bawaslu akan memanggil pihak terlapor dan pelapor untuk dilakukan klarifikasi.
“Kita akan melakukan klarifikasi terhadap pelapor dan terlapor jika laporannya memenuhi unsur,” ujar Ade.
Berkaitan kasus pelanggaran netralitas ASN, Bawaslu dapat merekomendasikan kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk memberikan sanksi kepada ASN yang terbukti melanggar.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada secara jelas melarang ASN terlibat dalam politik praktis.
Hukuman bagi ASN yang terbukti melanggar bisa berupa penurunan pangkat, pemecatan, bahkan sanksi pidana untuk kasus-kasus tertentu.
Berdasarkan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020, pejabat negara, pejabat daerah, ASN, anggota TNI/POLRI, serta kepala desa atau lurah dilarang membuat keputusan atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan pasangan calon tertentu.
Jika ada pejabat yang sengaja melanggar aturan ini, mereka bisa dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 188.
Sanksi yang diberlakukan berupa pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 6 bulan, serta denda berkisar antara Rp600.000 hingga Rp6.000.000. (**)