PEKANBARU – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Pekanbaru merealisasikan 56 paket pekerjaan Pengadaan Langsung (PL) tidak didukung Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Realisasi paket pekerjaan PL itu terjadi pada tahun anggaran 2023. Hal itu diketahui setelah Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Provinsi Riau melakukan uji petik pada OPD yang tampuk kepemimpinannya dipimpin oleh Edward Riansyah.
“Hasil pemeriksaan secara uji petik atas 56 paket pekerjaan belanja bahan-bahan bangunan dan kontruksi menunjukkan penetapan volume material dalam HPS tidak didasarkan pada kerja kerja yang memadai,” ujar Penanggung Jawab Pemeriksaan BPK, Jariyatna lewat petikan hasil auditnya diterima Potret24.com.
BPK telah mengofirmasi hal tersebut kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Namun, PPK proyek 56 paket menyatakan bahwa kuantitas pada paket pekerjaan tersebut bersumber dari hasil pemetaan atau pengukuran badan jalan yang akan dipelihara.
“Namun demikian, kertas kerja penyusunan HPS tersebut belum disampaikan sampai dengan berakhirnya pemeriksaan,” tandasnya.
Selain tak kunjung menyerahkan kertas kerja HPS hingga berakhirnya pemeriksaan, PPK juga tidak melakukan perbandingan harga pada 56 paket pengadaan langsung tersebut. Padahal perbandingan harga itu sendiri merupakan instrumen untuk mengukur angka kewajaran.
“Tetapi hanya menggunakan referensi harga dari calon penyedia yang akan diundang atau dipilih, sehingga PPK tidak mempunyai instrumen untuk mengukur kewajaran harga,” cakapnya dalam catatan petikan itu.
Dengan tidak adanya didukung HPS itu, terdapat potensi kerugian negara lantaran melebihi satuan harga satuan.
“Bahwa terdapat beberapa item pekerjaan yang melebihi standar harga satuan, diantaranya Agregat Base Kelas A dan Semen,” pungkasnya.
Terpisah Kepala Dinas PUPR Kota Pekanbaru, Edward Riansyah ketika dimintai tanggapan melalui pesan Whatsapp +62 8127515**** ogah berkomentar.
Hingga berita ini di publish, pria disapa Edu ini masih membisu berkomentar.
Sekedar pencerahan, HPS (Harga Perkiraan Sendiri) merupakan harga barang atau jasa yang ditentukan oleh pejabat Pembuat Komitmen.
Penyusunan HPS diatur dalam Pasal 26 Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Secara definisi, HPS merupakan harga barang/jasa yang dihitung berdasarkan keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
Nilai total HPS terbuka dan tidak dirahasiakan. Yang dimaksud dengan nilai total HPS merupakan hasil perhitungan seluruh volume pekerjaan dikalikan dengan Harga Satuan ditambah dengan seluruh beban pajak dan keuntungan.
HPS disusun oleh Pejabat Pembuat Komitmen selama paling lambat 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran.
HPS yang ditetapkan oleh PKK, ULP/Pejabat Pengadaan mengumumkan nilai total HPS. Rincian Harga Satuan dalam perhitungan HPS bersifat rahasia.
Dalam proses pengadaan barang/jasa, salah satu tahapan yang paling krusial bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Penyusunan HPS akan menentukan proses penawaran oleh penyedia barang/jasa.
Apabila HPS yang ditetapkan terlalu rendah, akan semakin berpotensi besar pengadaan mengalami kegagalan karena semua penawaran penyedia berada di atas HPS atau bahkan tidak ada penyedia barang/jasa yang berminat untuk mengikuti Tender pengadaan tersebut dikarenakan HPS yang ditawarkan tidak atau hanya sedikit memberikan keuntungan. Namun, apabila HPS yang ditetapkan terlalu tinggi maka akan berpotensi adanya kerugian yang dialami negara berupa tuduhan adanya penggelembungan harga atau mark up dan dianggap telah terjadi persekongkolan antara pejabat tanda ada penjelasan yang dipertanggungjawabkan.(*)