PEKANBARU — Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau, SF Hariyanto, menyatakan sikap menghormati sekaligus mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI yang tengah melakukan proses penegakan hukum di Provinsi Riau. Ia menilai upaya tersebut sebagai bagian penting dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Hariyanto menegaskan, Pemerintah Provinsi Riau bersikap terbuka terhadap proses hukum yang berjalan, termasuk pemeriksaan yang dilakukan aparat penegak hukum.
“Kami dari Pemerintah Provinsi Riau menghormati dan mendukung langkah KPK. Keterbukaan dan dukungan terhadap pemberantasan korupsi merupakan tanggung jawab bersama,” ujar Hariyanto kepada wartawan.
Menanggapi informasi dari juru bicara KPK terkait pengamanan sejumlah uang dan dokumen dari kediamannya, Hariyanto menegaskan hal tersebut tidak menjadi persoalan. Ia memastikan temuan tersebut tidak berkaitan dengan perkara dugaan pemerasan yang menjerat Gubernur Riau nonaktif, Abdul Wahid, beserta pihak lainnya.
“Seperti disampaikan juru bicara KPK, temuan itu akan dikonfirmasi kepada pihak terkait. Kami bekerja sesuai aturan. Jika tidak melakukan pelanggaran, tidak ada alasan untuk takut diawasi,” tegas mantan Inspektur Investigasi Kementerian PUPR tersebut.
Ia juga menekankan pentingnya mendukung upaya penegakan hukum agar praktik korupsi tidak kembali terulang di lingkungan pemerintah daerah. Menurutnya, pengawasan justru menjadi bagian dari perbaikan sistem pemerintahan.
Sebelumnya, KPK menyampaikan bahwa pemeriksaan kediaman Plt Gubernur Riau dilakukan dalam rangka pengembangan penyidikan dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan yang dilakukan pada awal November lalu.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yakni Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan, serta Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengungkapkan bahwa total uang hasil pemerasan dengan modus setoran atau “jatah” yang diduga dikumpulkan dari kepala UPT Dinas PUPR PKPP mencapai Rp4,05 miliar dan diduga diperuntukkan bagi Gubernur Riau nonaktif.






