Potret NasionalPotret Lingkungan

DLH Manado, Krisis Teluk, dan Revitalisasi Semangat Mapalus

309
×

DLH Manado, Krisis Teluk, dan Revitalisasi Semangat Mapalus

Sebarkan artikel ini
DLH Manado, Krisis Teluk, dan Revitalisasi Semangat Mapalus

MANADO – Manado bukan sekadar ibu kota provinsi. Ia adalah etalase Indonesia di bibir Pasifik. Dengan pesona Taman Nasional Bunaken yang mendunia, kuliner yang memanjakan lidah, dan keramahtamahan warganya yang hangat (Torang Samua Basudara), Manado memiliki segalanya untuk menjadi kota kelas dunia. Namun, di balik gemerlap lampu Boulevard dan indahnya matahari terbenam di Manado Tua, tersimpan sebuah ancaman laten yang terus menggerogoti citra kota ini: masalah lingkungan hidup.

Sampah yang mengapung di Teluk Manado saat musim angin barat, bau menyengat dari TPA Sumompo yang jenuh, hingga banjir yang seolah menjadi tamu langganan saat hujan deras, adalah realitas yang tak bisa ditutupi dengan filter media sosial. Di sinilah peran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Manado menjadi sangat sentral. Mereka bukan hanya pasukan penyapu jalan, melainkan garda terdepan penjaga peradaban kota.

Redaksi Potret24.com menilai, tantangan DLH Manado hari ini bukan lagi soal rutinitas, melainkan soal transformasi sistem dan revolusi mental masyarakat.

Teluk Manado: Cermin Buruk atau Etalase Cantik?

Kita harus berbicara jujur tentang “gajah di pelupuk mata”: Sampah di Teluk Manado. Setiap kali musim hujan tiba, muara Sungai Jengki dan pesisir Boulevard seringkali berubah menjadi lautan plastik. Ini bukan hanya masalah estetika, ini adalah tamparan keras bagi wajah pariwisata kita. Wisatawan mancanegara yang datang menyelam ke Bunaken untuk melihat ikan purba Coelacanth atau penyu, justru sering disambut oleh botol plastik bekas air mineral.

DLH Manado memang telah mengerahkan “kubus apung” dan petugas pembersih pantai (coastal clean-up). Namun, itu hanyalah mengobati gejala, bukan menyembuhkan penyakit. Penyakitnya ada di hulu dan di perilaku manusia. Sungai-sungai di Manado—DAS Tondano, Tikala, Sario—masih sering dianggap sebagai “tempat sampah raksasa” yang praktis oleh sebagian warga.

DLH harus mengambil peran lebih agresif. Edukasi tidak cukup hanya dengan spanduk. Penegakan Perda tentang Kebersihan harus tajam. Operasi Tangkap Tangan (OTT) bagi pembuang sampah di sungai harus digalakkan dan dipublikasikan untuk efek jera. Jika kita ingin menjual pariwisata, maka kebersihan laut adalah harga mati yang tidak bisa ditawar.

TPA Sumompo dan Masa Depan Pengelolaan Sampah

Isu kedua yang menjadi bom waktu adalah TPA Sumompo. Gunung sampah di Tuminting itu sudah lama berteriak “menyerah”. Polusi udara, ancaman longsor sampah, dan kebakaran adalah risiko harian. Kita tahu bahwa solusi jangka panjangnya adalah TPA Regional Ilo-Ilo. Namun, sembari menunggu infrastruktur itu siap sepenuhnya, apa strategi DLH?

DLH Kota Manado harus segera meninggalkan paradigma kumpul-angkut-buang. Volume sampah yang masuk ke Sumompo harus dikurangi secara drastis dari sumbernya. Di sinilah konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan Bank Sampah harus naik kelas.

Redaksi mendorong DLH untuk lebih serius membina Bank Sampah di setiap Lingkungan (setingkat RW). Sampah plastik harus dicegat di rumah tangga sebelum masuk ke truk sampah. Selain itu, pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi atau bahan bakar jumputan padat (RDF) di skala kota harus menjadi prioritas investasi. Jangan biarkan Sumompo menjadi monumen kegagalan kita mengurus sisa konsumsi sendiri.

Sinergi dengan Tata Air

Manado memiliki topografi yang unik namun rentan. Dikelilingi perbukitan dan bermuara ke laut, kota ini adalah mangkuk air. Banjir bandang tahun 2014 harusnya menjadi guru terbaik. DLH memiliki peran vital dalam menjaga daerah resapan air dan mengelola drainase kota agar bebas dari sedimentasi sampah.

Seringkali, banjir di Manado diperparah oleh drainase yang tersumbat sampah botol dan kemasan makanan. Pasukan Kuning DLH dan Satgas Banjir harus bekerja ekstra keras. Namun, DLH juga harus berani “berisik” kepada instansi lain terkait perizinan bangunan. Jangan biarkan bukit-bukit resapan di Winangun, Malalayang, atau Teling digunduli menjadi perumahan tanpa AMDAL yang ketat. Jika resapan hilang, air akan berlari liar ke pusat kota, membawa lumpur dan bencana.

Menghidupkan Kembali Roh “Mapalus”

Pemerintah Kota Manado, sehebat apapun Wali Kotanya dan sekeras apapun kerja Kepala DLH-nya, tidak akan mampu membersihkan kota ini sendirian. Rasio petugas kebersihan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah tidak akan pernah seimbang.

Kuncinya ada pada modal sosial masyarakat Minahasa dan Manado: Mapalus. Semangat gotong royong dan saling bantu ini harus direvitalisasi dalam konteks lingkungan hidup. Program “Jumpa Berlian” (Jumat Pagi Bersih Lingkungan) jangan hanya menjadi seremonial belaka bagi ASN. Ia harus menjadi gerakan rakyat.

DLH harus menjadi fasilitator yang menggerakkan Ketua Lingkungan dan Tokoh Agama. Di Manado, peran gereja dan masjid sangat kuat. Narasi kebersihan sebagai bagian dari iman harus terus didengungkan dari mimbar-mimbar agama. Jika Mapalus lingkungan ini hidup, maka setiap warga akan menjadi pengawas bagi tetangganya. Rasa malu membuang sampah sembarangan akan tumbuh subur.

Adipura dan Kualitas Hidup

Manado pernah beberapa kali meraih Adipura, dan pernah pula menyandang predikat kota terkotor. Fluktuasi ini menunjukkan ketidakkonsistenan kita. Redaksi Potret24.com mengingatkan, kejarlah Adipura, tapi jangan jadikan itu tujuan akhir.

Tujuan akhirnya adalah kualitas hidup warga Manado. Adipura hanyalah bonus. Udara yang bersih, selokan yang jernih, laut yang biru, dan taman kota yang asri adalah hak dasar warga Kota Manado.

DLH Manado juga perlu memperhatikan penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Di tengah pembangunan ruko dan mal yang masif, Manado butuh paru-paru kota. Hutan Kota dan taman-taman lingkungan harus diperbanyak dan dirawat, bukan dibiarkan mati segan hidup tak mau.

Manado Maju, Manado Bersih

Visi Manado Maju dan Sejahtera mustahil tercapai di atas tanah yang kotor dan air yang tercemar. Pariwisata tidak akan maju jika turis jijik melihat pantai kita. Kesehatan warga tidak akan sejahtera jika setiap tahun dihantui banjir dan bau sampah.

DLH Kota Manado memegang mandat besar untuk menjaga keberlanjutan kota ini. Kami mendukung penuh langkah tegas DLH dalam menindak pelanggar lingkungan, baik itu warga yang buang sampah di sungai maupun korporasi yang mencemari lingkungan.

Tapi ingat, DLH butuh teman. Teman itu adalah kita, seluruh warga Kota Manado. Mari berhenti saling menyalahkan. Mari kita pungut sampah di depan rumah kita sendiri. Mari kita jaga selokan kita. Mari kita kembalikan kejayaan Teluk Manado yang bersih dan mempesona.

Karena Manado adalah rumah kita, Torang pe rumah. Kalau bukan kita yang jaga, siapa lagi?

Catatan:

Artikel ini adalah editorial dan himbauan. Pembaca diminta untuk memverifikasi keabsahan setiap informasi, termasuk tautan yang tersedia. Informasi lebih lanjut tentang Lingkungan Hidup Kota Manado, silahkan kunjungi laman DLH Manado Kota (https://dlhmanadokota.org/profile/tentang/) atau langsung ke Kantor Dinas Lingkungan Hidup Manado Kota  di Jl. Pomurow No.111, Banjer, Kec. Tikala, Kota Manado, Sulawesi Utara.