BARRU – Kabupaten Barru sedang berada dalam fase transformasi yang menentukan. Dari sebuah wilayah yang dulunya dikenal sebagai jalur transit sunyi antara Makassar dan Parepare, kini Barru menggeliat menjadi simpul logistik dan energi strategis di Sulawesi Selatan. Deru Kereta Api Trans Sulawesi yang membelah persawahan, asap cerobong PLTU yang mengepul, hingga kesibukan di Pelabuhan Garongkong adalah tanda-tanda zaman yang tak terelakkan. Barru kini adalah “Kota Hibrida”: memadukan pesona pesisir yang tenang dengan ambisi industrialisasi yang bising.
Namun, di balik narasi kemajuan ini, terselip sebuah pertanyaan eksistensial: Mampukah Barru menjaga keseimbangan ekologisnya? Pembangunan infrastruktur seringkali menuntut “tumbal” lingkungan. Di sinilah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Barru memegang mandat suci. Peran mereka bukan sekadar pelengkap administrasi pemerintahan, melainkan sebagai “penjaga gawang” agar kemajuan ekonomi tidak dibayar lunas dengan kerusakan alam yang permanen.
Dilema Pesisir dan Sampah Kiriman
Barru dianugerahi garis pantai yang panjang nan indah. Namun, garis pantai ini juga menjadi “keranjang sampah” raksasa jika tidak dikelola dengan benar. Persoalan sampah di Barru memiliki dua wajah: sampah domestik yang dihasilkan warga lokal, dan sampah kiriman (marine debris) yang terdampar di pesisir akibat arus laut.
Kita mengapresiasi kerja keras DLH Barru dan “Pasukan Kuning” yang konsisten menjaga kebersihan kota, yang terbukti dengan raihan piala Adipura di masa lalu. Namun, Redaksi Potret24.com mencatat bahwa mempertahankan Adipura di era industri jauh lebih sulit. Fokus DLH tidak boleh hanya terpaku pada jalan protokol atau taman kota. Medan pertempuran sesungguhnya ada di pesisir dan muara sungai.
DLH perlu merancang strategi “Pertahanan Pantai” berbasis komunitas. Program bersih pantai tidak bisa lagi bersifat seremonial setahun sekali. Dibutuhkan sistem jaring penangkap sampah di muara sungai dan pemberdayaan masyarakat nelayan untuk menjadi agen kebersihan. Tanpa intervensi ini, potensi wisata bahari Barru akan tenggelam oleh plastik dan limbah.
Mengawal Raksasa Industri PLTU dan Pelabuhan
Isu paling sensitif namun krusial di Barru adalah dampak lingkungan dari aktivitas industri skala besar, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Masyarakat berhak mendapatkan udara yang bersih dan laut yang bebas dari pencemaran termal atau limbah B3.
Di sinilah nyali dan integritas DLH Barru diuji. Sebagai pengawas, DLH harus memiliki instrumen pemantauan kualitas udara dan air yang real-time dan transparan. Apakah ambang batas emisi dipatuhi? Apakah pengelolaan limbah abu batu bara (FABA) sudah sesuai prosedur? DLH harus berani transparan kepada publik terkait data-data ini.
Pemerintah Daerah tidak boleh “silau” oleh investasi lantas mengabaikan AMDAL. DLH harus menjadi mitra kritis bagi industri. Perusahaan yang beroperasi di Bumi Colliq Pujie wajib menerapkan prinsip Green Industry. Dana CSR perusahaan-perusahaan besar ini harus diarahkan secara masif untuk pemulihan lingkungan, seperti penanaman sabuk hijau (green belt) di sekitar area industri untuk menyerap polusi debu, bukan sekadar bantuan sosial karitatif semata.
Tambang dan Luka Bentang Alam
Pembangunan infrastruktur yang masif di Sulawesi Selatan tentu membutuhkan material batuan dan tanah urug. Akibatnya, aktivitas tambang Galian C di Barru kian marak. Kita sering mendengar keluhan warga terkait debu jalanan akibat truk pengangkut tambang, hingga rusaknya sumber mata air akibat penggalian bukit.
DLH Barru harus berdiri tegak di atas regulasi. Izin Lingkungan (UKL-UPL) jangan hanya menjadi dokumen tumpukan kertas. Pengawasan di lapangan harus diperketat. Reklamasi pasca-tambang adalah harga mati yang tidak bisa ditawar. Jangan biarkan bukit-bukit di Barru yang indah berubah menjadi kawah-kawah gersang yang mengundang bencana longsor di musim hujan.
Kolaborasi “Yassiberrui” dalam Menjaga Alam
Filosofi Yassiberrui (Bersatu/Kebersamaan) yang menjadi etos masyarakat Barru harus diimplementasikan dalam konteks lingkungan hidup. DLH tidak bisa bekerja sendirian. Luasnya wilayah dari pesisir hingga pegunungan mustahil diawasi oleh segelintir pegawai dinas.
DLH harus menjadi dirigen yang merangkul semua elemen. Sekolah-sekolah harus dihidupkan dengan semangat Adiwiyata yang sejati, mencetak generasi muda Barru yang malu membuang sampah sembarangan. Kelompok tani dan nelayan harus dilibatkan dalam pelestarian mangrove dan terumbu karang. Tokoh agama dan adat perlu digandeng untuk menyuarakan bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah.
Selain itu, Bank Sampah harus direvitalisasi. Ubah paradigma masyarakat bahwa sampah bukan masalah, melainkan berkah jika dipilah. DLH perlu memfasilitasi akses pasar bagi produk daur ulang agar ekonomi sirkular benar-benar berjalan di tingkat desa.
Warisan untuk Masa Depan
Kabupaten Barru sedang berlari kencang mengejar kemajuan. Jalur kereta api sudah terbentang, pelabuhan semakin sibuk, dan industri terus tumbuh. Namun, kemajuan itu akan terasa hampa jika udara di Barru menjadi sesak, airnya keruh, dan pantainya kotor.
Tugas DLH Kabupaten Barru adalah memastikan bahwa “napas” kota ini tetap lega. Kami di Radarnews.com mendukung penuh langkah DLH untuk bertindak tegas terhadap perusak lingkungan dan berinovasi dalam pengelolaan sampah.
Mari kita pastikan bahwa Barru tidak hanya dikenal sebagai kota transit atau kota energi, tetapi sebagai kota yang berhasil menyandingkan industri dengan kelestarian alam. Sebuah kota di mana debur ombak, hijau pegunungan, dan deru mesin pembangunan dapat berdampingan dalam harmoni. Itu adalah warisan terbaik yang bisa kita tinggalkan untuk generasi pelanjut di Bumi Hibrida ini. (*editorial)
Catt:
Artikel ini adalah editorial dan himbauan. Pembaca diminta untuk memverifikasi keabsahan setiap informasi, termasuk tautan yang tersedia. Informasi lebih lanjut tentang Lingkungan Hidup Kabupaten Barru, silahkan kunjungi laman DLH Barru (https://dlhbarru.org/struktur/) atau langsung ke Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barru di Jl. H. A. Iskandar Unru No.01, Sumpang Binangae, Kec. Barru, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan 90712.






