RENGAT – Fakta mengejutkan terungkap dari sebuah dokumen resmi. Surat Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu)-Riau bernomor 100/Bag.Tapem/57/VII/2025 tertanggal 24 Juli 2025 yang dikirimkan kepada kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Inhu, dengan gamblang menyatakan bahwa peraturan yang mengatur tentang batas desa se-Kabupaten Inhu belum pernah ada.
Kabar tersebut sontak menggegerkan, sebab adanya sebuah desa dibentuk setelah adanya kesepakatan batas batas desa serta ditetapkan pembentukan sebuah desa berdasarkan keputusan pemerintah daerah yang dimuat dalam Peraturan daerah (Perda) melalui pengesahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Setelah isi surat tersebut terbongkar ke publik, fakta hukum yang sangat mendasar semakin menjadi sorotan yang termuat dalam poin surat BPN Inhu membalas surat Aliansi Masyarakat Sungai Raya Untuk Keadilan (AMUK) Inhu yang diketuai Andi Irawan SE tertanggal 24 Agustus 2025.
Ketua AMUK Inhu, Andi Irawan kepada wartawan Kamis (4/9/2025) mengungkapkan, bahwa dalam surat balasan BPN Inhu juga dijelaskan status lahan PT Sinar Belilas Perkasa (SBP) yang menguasai Hak Guna Usaha (HGU) eks-PT Alam Sari Lestari yang telah pailit juga tidak diketahui batas-batasnya sebab belum pernah dilakukan pengukuran kembali oleh Kementerian ATR/BPN RI.
“Pengukuran lahan sesuai permohonan PT. SBP milik Dedi Handoko Alimin, dalam hal tersebut melalui Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang Kementerian ATR/BPN RI. Oleh karna belum pernah di ukur dan belum diketahui batas-batas HGU, telah terjadi dugaan kriminalisasi di Polda Riau terhadap petani di Sungai Raya,” kata Andi Irawan.
Andi juga menyebutkan dengan batas-batas HGU PT Alam Sari Lestari (pailit) tersebut tidak jelas, karena permohonan pengukuran yang diajukan PT. SBP belum pernah dilaksanakan oleh Kementerian ATR/BPN RI.
“Bagaimana mungkin petani masyarakat Desa Sungai Raya dituduh menyerobot lahan HGU, sementara batas-batas HGU itu sendiri belum pernah diukur dan ditetapkan secara resmi oleh Kementerian ATR/BPN? Ini jelas sebuah kejanggalan besar,” tegas Andi Irawan.
Lebih jauh Andi Irawan menjelaskan, bahwa kantor BPN Inhu maupun Kanwil BPN Riau tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengukuran lahan HGU, karena otoritas penuh ada di tangan Kementerian ATR/BPN pusat.
Isi surat BPN Inhu yang diterima AMUK pun mempertegas polemik tersebut. Pada poin 3 huruf b disebutkan bahwa kantor BPN Inhu telah mengirim surat kepada Kabag Tapem Setda Inhu melalui surat Nomor 1017/MP.01.02.14.02/VII/2025 tertanggal 14 Juli 2025.
Pada intinya, BPN Inhu menanyakan dasar hukum terkait Peraturan Batas Desa Sungai Raya Kecamatan Rengat, serta aturan tentang pembentukan/pemekaran Kecamatan Kuala Cenaku, Kecamatan Seberida, dan Kecamatan Rengat. Jawaban yang diterima pun mengejutkan, sampai hari ini peraturan tentang batas desa se-Kabupaten Inhu memang belum pernah ada.
Andi Irawan pun mempertanyakan keras langkah aparat penegak hukum yang menjadikan petani di Sungai Raya sebagai korban dugaan kriminalisasi. Apa dasar hukum Direskrimum Polda Riau menangkap lima orang petani Sungai Raya dan memenjarakan mereka selama lebih kurang 35 hari? Kalau dasar batas desa dan HGU saja tidak jelas, maka penahanan itu jelas bentuk kriminalisasi terhadap rakyat kecil!, “ujarnya dengan suara lantang.
Kasus lahan di Desa Sungai Raya yang berkonflik dengan PT. SBP terus memicu gelombang pertanyaan besar, jika batas desa saja tidak pernah diatur, lalu dasar hukum apa yang dipakai untuk menuduh, menahan, bahkan memenjarakan petani Sungai Raya.
Kepala kantor BPN Inhu, Ir. Syafrisar Masri Limart ST MAP kepada wartawan menjelaskan, perlu bersama-sama dukung pemerintah daerah untuk mensegerakan membuat peraturan terkait batas-batas desa/kelurahan di Inhu yang memuat titik koordinat.
“Ternyata sampai saat ini belum ada untuk batas batas desa dan kelurahan. Kami juga sebagai pengguna batas wilayah punya ketergantungan,” sebut Masri.
Masri juga menjelaskan, peraturan daerah pembentukan desa atau kelurahan pastinya ada di Inhu, namun tidak didukung dengn tapal batas desa dan kelurahannya.
“Harusnya setelah peraturan pembentukan desa/kelurahan dibuat, dan ditindaklanjuti dengan penetapan batas desa, Perda terkait batas desa yang belum ada,” ungkap Masri. (Tim).