PEKANBARU – Lima tahun terakhir, geliat bisnis kuliner di Pekanbaru semakin terasa. Hampir di setiap sudut kota, cafe dan restoran baru terus bermunculan. Tak tanggung-tanggung, konsep yang disuguhkan pun sangat beragam. Ada yang menyasar kawula muda dengan desain estetik, ada pula yang menargetkan keluarga dengan menu Nusantara.
Ini mungkin terdengar seperti surga kuliner baru. Tapi tunggu dulu, bagi pengusaha kuliner, ternyata keadaan tak seindah yang dibayangkan.
Ironis namun ini fakta penting. Seiring maraknya persaingan, tidak semua tempat makan mampu bertahan lama. Banyak cafe tampak ramai di awal pembukaan, tetapi mulai sepi setelah beberapa bulan. Beberapa, memang berhasil bertahan dan semakin diminati masyarakat. Sisanya bisa ditebak, mereka gulung tikar dan digantikan oleh bisnis serupa yang mungkin saja akan mengu
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana cara membuat cafe atau restoran tetap ramai pengunjung di tengah kompetisi yang begitu ketat?
Nongkrong Jadi Budaya, Tapi Persaingan Semakin Sengit

Bagi masyarakat Pekanbaru, nongkrong di cafe sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Di kawasan Jalan Arifin Ahmad misalnya, deretan coffee shop baru terus bermunculan, menawarkan suasana nyaman untuk bekerja maupun bersantai.
Rifky (27), seorang pengunjung setia coffee shop di pusat kota, mengakui bahwa ia sering mencoba tempat baru setelah melihat postingan di media sosial.
“Kalau lihat di Instagram ada tempat yang lagi viral, biasanya langsung penasaran. Apalagi kalau fotonya bagus dan makanannya kelihatan enak,” ungkapnya.
Seperti halnya Rifky, Nadia (27) juga enggan melewatkan tempat-tempat viral di sosial media. Sebagai seorang mahasiswa di Universitas Riau, Nadia sering menghabiskan waktu di café untuk berkumpul, diskusi hingga mengerjakan tugas-tugas perkuliah. Dan tentu saja, itu semua dilakukannya bersama teman-temannya.
“Isitlahnya, kami hunting ya. Mulai dari IG, TikTok, X, ya kalau ada lihat menu baru, tempat baru yang menarik dan viral, bisa dipastikan kami langsung ke lokasi café,” seloroh Nadia saat berbincang dengan Potret24.com di Teko Kopi, Jl. HR Soebrantas, Pekanbaru.
Fenomena ini kiranya menggambarkan tren baru yang tak dapat diabaikan. Masyarakat kini memilih tempat kuliner bukan hanya karena menu dan cita rasa, tetapi juga karena citra yang ditampilkan di media sosial.
Banyak Buka, Tidak Semua Bertahan

Data dari Dinas Koperasi dan UKM Kota Pekanbaru mencatat, terdapat setidaknya 26.684 UMKM yang terdata. Jumlah tersebut didominasi oleh sector kuliner.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Pekanbaru, Sarbaini mengatakan, adanya peningkatan ini menunjukkan semangat para pelaku usaha dalam berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi kerakyatan di daerah.
Hanya saja, meski jumlah usaha kuliner baru meningkat hampir 20 persen tiap tahunnya, tidak sedikit yang akhirnya tutup dalam waktu kurang dari dua tahun.
“Banyak pengusaha terlalu fokus pada interior atau menu, tapi lupa strategi promosi. Padahal, promosi digital sekarang sudah jadi kebutuhan utama,” jelas Fitriani, pengamat bisnis UMKM di Pekanbaru.
Menurutnya, memahami cara promosi restoran di medsos merupakan kunci agar usaha tetap bertahan.
Media Sosial Jadi Etalase Utama
Instagram, TikTok, dan Facebook kini menjelma sebagai etalase virtual. Foto makanan menggugah selera, video suasana interior, hingga ulasan pelanggan dapat memicu rasa penasaran calon pengunjung.
Contohnya, sebuah restoran seafood di kawasan Panam baru-baru ini viral setelah salah satu menunya direview oleh food blogger lokal. Hanya dalam beberapa hari, restoran itu langsung penuh, bahkan harus menambah kursi untuk menampung pengunjung.
“Promosi di medsos itu luar biasa efeknya. Orang bisa datang dari ujung kota hanya karena melihat satu video singkat,” kata pemilik restoran tersebut.
Fenomena promosi kuliner Pekanbaru juga ditandai dengan meningkatnya peran influencer. Banyak cafe memilih mengundang konten kreator lokal untuk mencicipi menu dan membagikan pengalaman mereka di media sosial.
Strategi ini dianggap lebih efektif dibandingkan iklan konvensional. “Kalau lihat influencer lokal yang biasa kita ikuti merekomendasikan tempat makan, rasanya lebih percaya,” kata Nadia, seorang mahasiswa di Pekanbaru.
Tantangan Promosi Digital
Meski peluang besar terbuka, tidak semua pengusaha kuliner bisa memanfaatkan media sosial dengan optimal. Sebagian besar café dan restoran ini memang sudah hadir di ranah digital, namun kehadiran mereka tidak begitu mempu menarik perhatian masyarakat.
Dari penelusuran Potret24.com diketahui, praktik pengelolaan sosial media café dan restoran di Pekanbaru masih berpusat pada penggunaan seadanya dan kurang optimal. Beberapa kesalahan umum yang sering ditemukan antara lain:
- Konten yang jarang diperbarui sehingga akun terasa tidak aktif.
- Foto menu seadanya, tidak mampu menggugah selera.
- Minim interaksi dengan pengikut.
- Tidak memanfaatkan ulasan pelanggan untuk membangun kepercayaan.
Menyadari hal ini, Rahmad (31), seorang pegiat sosial media sekaligus pengusaha kuliner street food di Pekanbaru membocorkan rahasianya. Formulasi yang ia dan timnya terapkan terbukti efektif untuk membuat banyak konten sosial media mereka viral serta mendatangkan banyak pengunjung ke gerai kuliner yang berpusat di Bundaran Keris, salah satu sentra kuliner jalanan Pekanbaru.Bisa dikatakan, dia cukup piawai mengusasai cara promosi cafe di medsos.
“Pernah dengar buzzer gak bang? Mirip lah, tapi kami pakai cara yang soft, cara yang bener. Buzzer ini akan memancing interaksi awal di postingan, jadi peluang viral atau FYP nya lebih besar,” bisik alumni Fakultas Ekonomi dan Manajemen Universitas Kebangsaan Malaysia ini.
Formulasi yang dimaksud Rahmad ternyata adalah layanan khusus untuk meningkatkan keterlibatan (engagement) yang memang secara sah ada di Indonesia. Tidak seperti konotasi negative buzzer, layanan ini biasanya membantu pelaku bisnis seperti café dan restoran untuk dapat secara efektif menjangkau calon pelanggan mereka di sosial media.
Salah satunya penyedia layanan ini yang cukup terkenal adalah RajaKomen.com, platform yang menyediakan strategi promosi digital berbasis interaksi nyata. Dengan memanfaatkan layanan tersebut, pemilik usaha bisa belajar bagaimana membuat cafe atau restoran tetap ramai melalui promosi yang tepat di media sosial. Dan tentu saja sambil mengembangkan sosial media mereka dengan postingan yang viral dan FYP.
Dukungan Pemerintah Daerah

Kesadaran akan pentingnya digitalisasi promosi juga direspons oleh pemerintah kota. Dinas Koperasi dan UKM Pekanbaru ternyata sudah rutin mengadakan pelatihan digital marketing untuk pelaku UMK, khususnya kuliner. Antara 2022 hingga 2024 saja, setidaknya pelatihan digital marketing ini sudah diikuti 1.230 pelaku UMKM
“(Pelatihan) Itu dari tahun 2022 sampai 2024. Sudah 1.230 pelaku UMKM yang sudah kita berikan pelatihan bidang digital marketing,” kata Sarbaini, Kadis Koperasi dan UKM Pekanbaru, beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, pemerintah tidak akan pernah berhenti untuk mendampingi pelaku usaha, UMKM dan masyarakat dalam menjalankan usahanya secara efektif. Mendorong pemanfaatan digital marketing, kata Sarbaini, adalah hal yang sangat perlu di era informasi saat ini.*






