RENGAT – Kasus pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) menarik perhatian publik, dimana PT Teso Indah yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, yang dikelola Dedi Handoko Alimin, sosok pengusaha hiburan malam di Pekanbaru terseret dalam konflik agraria dan perburuhan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau.
“Ini bukan sekadar soal dua buruh, tapi soal wibawa hukum di negeri ini. Kalau pengusaha bisa seenaknya melawan putusan Mahkamah Agung, maka keadilan hanya jadi pajangan,” ujar Sekretaris Pengurus Cabang Federasi Serikat Pekerja Pertanian Perkebunan- Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PC FSPPP-KSPSI) Inhu, Diston Pasaribu, Rabu (20/8/2025) di Rengat Barat.
Aroma pembangkangan hukum yang menyeruak dari perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Teso Indah yang dikelola pengusaha Dedi Handoko Alimin. Meski MA sudah mengeluarkan putusan inkrah yang memenangkan dua pekerjanya, perusahaan PT Teso Indah justru menutup mata dan enggan menjalankan kewajiban.
“Jelas-jelas PT Teso Indah melawan putusan Mahkamah Agung. Ini preseden buruk. Kalau hukum tertinggi saja dilecehkan, bagaimana nasib buruh kecil? Kami mendesak polisi segera melakukan penyidikan atas pembangkangan yang dilakukan pemilik perusahaan tersebut,” tegas Diston.
Kasus tersebut bermula dari pemecatan dua pekerja PT Teso Indah bernama Rahmad Jaka Fitra dan Antoni. Keduanya menggugat PT Teso Indah melalui FSPPP-KSPSI ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) atas perlakuan perusahaan yang dinilai sewenang-wenang yang tidak membayarkan hak normatif tenaga kerjanya.
Perjuangan panjang itu akhirnya berbuah manis di tingkat kasasi. Putusan MA nomor 656.K/Pdt.sus-PHI/2023, tertanggal 7 Juni 2023, menghukum PT Teso Indah untuk membayar masing-masing Rp44.111.333 kepada Rahmad dan Antoni.
Putusan ini dibacakan dalam sidang terbuka oleh Majelis Hakim Agung yang dipimpin Dr. Drs. Muhammad Yunus Wahab, SH M.H, bersama Achmad Jaka Mirdinata SH, MH, dan Dr. Sugiyanto SH MH dengan Panitera Pengganti Febry Widjajanto SH MH.
Namun, lebih dari dua tahun berlalu, hak normatif kedua buruh itu tetap tidak kunjung dibayarkan. PC FSPPP-KSPSI Inhu mendesak aparat penegak hukum, khususnya kepolisian untuk turun tangan. Mereka menilai pembangkangan PT Teso Indah tidak bisa dibiarkan, karena berpotensi menjadi contoh buruk bagi perusahaan lain.
“Negara harus hadir. Jangan biarkan buruh diinjak-injak hanya karena melawan pemilik modal. Ini bukan sekadar pelanggaran perdata, tapi sudah masuk ranah pidana, pembangkangan terhadap hukum,” ujar Diston.
Kini, sorotan publik tertuju pada aparat penegak hukum, akankah berani menyentuh pengusaha besar seperti Dedi Handoko Alimin, atau justru membiarkan hukum kembali tunduk di bawah kepentingan pengusaha.
Wartawan sudah mencoba menghubungi Dedi Handoko Alimin sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap PT Teso Indah, namun tidak ada jawaban melalui via telpon dan pesan WhatsApp (0812 7003 0xx) miliknya hingga berita ini diterbitkan.