PEKANBARU – Perambahan kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) kian menjadi sorotan publik dan isu nasional. Berbagai pihak mendesak penuntasan masalah ini, termasuk Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) yang meminta aparat penegak hukum (APH) bertindak tegas.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR, Taufik Ikram Jamil, menegaskan bahwa perambahan ini sangat merugikan masyarakat dan satwa dilindungi. “Jelas merugikan, perambahan TNTN merugikan masyarakat tidak saja secara lingkungan, tetapi juga ekonomi bahkan budaya secara keseluruhan,” ujar Taufik, Kamis (3/7/2025).
Menurut Taufik, dampak kerugian ini akan dirasakan hingga generasi mendatang. Oleh karena itu, LAMR mendesak APH untuk menindak tanpa pandang bulu. “Harapan kita penindakan yang dilakukan tidak tebang pilih, orang yang menggarap lahannya harus diproses hukum hingga dipenjara,” tegasnya.
Sebelumnya, Polda Riau telah mengungkap modus jual beli lahan di dalam kawasan konservasi TNTN. Pelaku mengklaim sebagai pemangku adat yang berhak menjual tanah ulayat. Kapolda Riau, Irjen Pol Herry Heryawan, menjelaskan bahwa pelaku utama berinisial JS, seorang ‘batin’ atau tokoh adat, telah menjual lebih dari 100 ribu hektar lahan di TNTN dan kini berstatus tersangka.
“Tindakan pelaku ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi kejahatan terhadap masa depan lingkungan dan generasi mendatang,” ujar Herry.
Selain JS, Polda Riau juga menangkap dua perambah lain berinisial N dan D di Kabupaten Pelalawan. Keduanya terlibat perambahan 401 hektar lahan di Desa Segati, Kecamatan Langgam, Pelalawan, dalam kawasan TNTN.
Pada Rabu (2/6), Kapolda Riau mendampingi Direktur Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan, Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko, dalam pemusnahan lahan ilegal di TNTN.
“Kami akan terus berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan pihak terkait dalam penertiban kawasan hutan agar hutan ini bisa kembali berfungsi sesuai tujuan konservasi,” tutup Satyawan.