INHU – Kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kembali menyeret oknum aparatur desa. Kepala Desa Alim, berinisial EP, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Indragiri Hulu (Inhu). Ia diduga menjual kawasan hutan produksi terbatas (HPT) untuk dijadikan kebun sawit.
Kapolres Inhu AKBP Fahrian Saleh Siregar mengatakan, pengungkapan kasus ini bermula dari deteksi titik panas (hotspot) melalui Dashboard Lancang Kuning pada Rabu, 2 Juli 2025. Dari situlah polisi melakukan pengembangan dan menangkap kepala desa tersebut.
“Ketika itu tim gabungan yang terdiri dari Bhabinkamtibmas Desa Alim dan Satreskrim Polres Inhu mengecek lokasi, mereka menemukan 4 hektare kawasan hutan terbakar dengan api yang masih menyala,” ujar Fahrian, Senin (21/7).
Penyelidikan lanjutan mengungkap bahwa lahan tersebut dikelola oleh seorang bernama VP, yang kini masih buron. Namun, polisi berhasil menelusuri jejak administratif lahan tersebut, yang sebelumnya dijual oleh RMS dan disahkan secara ilegal oleh Kepala Desa EP melalui dua surat keterangan tanah (SKGR).
Tiga Tersangka Diamankan, Satu Masih Buron
Pada Minggu malam, 20 Juli 2025, Polres Inhu langsung melakukan penangkapan terhadap tiga orang tersangka:
- RMS (penjual lahan)
- SBJ (juru ukur yang juga menjabat Ketua RT 014)
- EP (Kepala Desa Alim)
“Ketiganya kini resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah dilakukan gelar perkara oleh penyidik. Salah satunya Kepala Desa Alim inisial EP,” jelas Fahrian.
EP diduga memperoleh keuntungan pribadi dari praktik ilegal ini, menerima imbalan sebesar Rp500.000 untuk setiap SKGR yang diterbitkannya.
“Ini menjadi bukti kuat penyalahgunaan jabatan yang merugikan lingkungan dan negara. Barang bukti yang turut diamankan antara lain dua bilah parang, satu cangkul, dua bibit sawit, dua lembar SKGR atas nama Ronal Masdar Sianipar, dan satu lembar kuitansi jual beli lahan yang ditandatangani VP,” jelasnya.
Selain itu, polisi juga telah menahan tersangka RP, yang diduga sebagai pelaku utama pembakaran lahan dalam kasus ini.
Ancaman Hukuman Berat
Para tersangka dijerat dengan Pasal 36 dan 37 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 menjadi Undang-Undang, serta Pasal 55 dan 56 KUHP.
“Mereka terancam hukuman pidana karena menduduki kawasan hutan secara ilegal dan melakukan aktivitas perkebunan tanpa izin dari pemerintah pusat,” ucap Fahrian.
Fahrian menegaskan bahwa pihaknya akan terus memproses kasus ini secara profesional hingga tuntas dan tidak akan mentolerir kejahatan lingkungan, apalagi jika melibatkan pejabat.
“Penegakan hukum seperti ini diharapkan mampu mencegah terjadinya Karhutla di wilayah Inhu, terutama saat musim kemarau,” tegas Fahrian.