PekanbaruPotret Riau

Filosofi “Aura Farming” Pacu Jalur: Gotong Royong dan Peran Krusial dalam Satu Perahu

26
×

Filosofi “Aura Farming” Pacu Jalur: Gotong Royong dan Peran Krusial dalam Satu Perahu

Sebarkan artikel ini
Filosofi “Aura Farming” Pacu Jalur: Gotong Royong dan Peran Krusial dalam Satu Perahu
Pacu Jalur, Kuantan Singingi, Riau.F-Istimewa

PEKANBARU – Festival Pacu Jalur di Kuantan Singingi (Kuansing) lebih dari sekadar perlombaan adu cepat perahu panjang. Di balik keriuhan sorak-sorai dan tradisi “aura farming” yang kini mendunia, tersimpan makna filosofis mendalam serta pembagian peran yang unik dalam setiap jalur. Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Provinsi Riau, Roni Rakhmat, menjelaskan setiap elemen yang membentuk kekuatan dan keunikan tradisi Pacu Jalur ini, Jumat (4/7/2025).

Menurut Roni, setiap jalur merepresentasikan miniatur kehidupan masyarakat. Ia menekankan bahwa harmoni dan kerja sama adalah kunci utama dalam meraih kemenangan, baik di lintasan pacu maupun dalam kehidupan sehari-hari. “Setiap individu di dalam jalur memiliki peran krusial, mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Melayu Riau, khususnya di Kuansing,” ujar Roni Rakhmat di Pekanbaru.

Peran Krusial dalam Harmoni Pacu Jalur
1. Anak Pacuan: Simbol Gotong Royong
Anak Pacuan adalah pendayung utama yang bertugas mengayuh jalur secepat mungkin menuju garis finis. Mereka adalah orang dewasa yang mendayung serentak, melambangkan gotong royong yang kuat dalam masyarakat. “Filosofinya adalah bahwa hidup di kampung harus seiya sekata, penuh dengan gotong royong, saling bahu-membahu dan tolong-menolong demi mencapai keuntungan bersama,” jelas Roni.

2. Tukang Tari: Semangat Penanda Kemenangan
Dikenal juga sebagai anak joki, Tukang Tari menempati posisi paling depan atau di haluan jalur. Peran mereka adalah memberikan irama seimbang dan menjadi penanda posisi jalur. Umumnya diperankan oleh anak-anak berusia 10-13 tahun, filosofi peran ini menggambarkan semangat kuat anak-anak Kuansing yang mampu berdiri kokoh menghadapi tantangan hidup. “Apabila tukang tari ini sudah berdiri dan menari-nari, itu menunjukkan haluan jalurnya dalam posisi menang atau berada di depan haluan jalur lawan,” kata Roni.

3. Tukang Timbo Ruang: Pemimpin Pembangkit Semangat
Berada di bagian tengah jalur, Tukang Timbo Ruang bertugas memberikan semangat dan aba-aba kepada Anak Pacuan untuk mengencangkan dayung atau menambah tenaga. Selain itu, mereka juga menimba air yang masuk ke dalam jalur dan membuangnya keluar. Peran ini, yang biasa dipegang orang dewasa dengan pakaian Melayu Riau, melambangkan sosok pemimpin di suatu daerah yang harus diikuti untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.

4. Tukang Onjai: Pendorong dan Penjaga Arah
Tukang Onjai berposisi di bagian paling belakang jalur. Tugas mereka adalah memberikan daya dorong dengan menekan atau ‘ma onjai’ agar jalur melaju kencang, sekaligus memastikan jalur tetap lurus di lintasan. “Tukang onjai ini juga melihat apakah jalurnya masih berjalan lurus pada lintasan pacu atau sebaliknya,” terang Roni. Dahulu diperankan orang dewasa, kini peran ini banyak diambil oleh anak-anak berusia 13-15 tahun, melanjutkan tradisi dengan sentuhan generasi muda.

Roni Rakhmat menambahkan, setiap peran ini, meskipun berbeda tugas, saling melengkapi dan tak terpisahkan. Keseluruhan unsur ini membentuk satu kesatuan yang harmonis, menunjukkan kompleksitas dan keindahan filosofi yang terkandung dalam setiap gerak Pacu Jalur.

Keunikan peran-peran inilah yang menjadikan Pacu Jalur bukan hanya sekadar olahraga, tetapi juga sebuah pertunjukan budaya yang kaya akan makna. Dengan pembagian peran yang terstruktur dan filosofi yang kuat, tak heran jika Pacu Jalur terus menarik perhatian, baik di tingkat lokal maupun internasional. Kadispar Riau berharap, pemahaman mendalam tentang setiap elemen ini dapat semakin meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap warisan budaya kebanggaan Provinsi Riau.