PEKANBARU – Gabungan elemen mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Riau bersama Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Riau serta sejumlah organisasi kemahasiswaan lainnya menggelar diskusi terbuka dan mendesak DPRD Provinsi Riau agar segera membentuk Panitia Khusus (Pansus). Tujuannya adalah untuk menelusuri dan menginvestigasi defisit anggaran sebesar Rp1,76 triliun yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2024.
Defisit tersebut dinilai janggal dan tidak transparan, bahkan diduga kuat menjadi indikasi lemahnya tata kelola keuangan daerah. Para mahasiswa menyoroti kemungkinan adanya penyimpangan dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran yang melibatkan Pemerintah Provinsi Riau maupun pimpinan DPRD Riau saat itu. Laporan BPK RI juga mengungkap adanya temuan-temuan serius seperti penggunaan belanja daerah yang tidak efisien serta adanya tumpang tindih anggaran.
“Defisit anggaran Rp1,76 triliun ini bukan persoalan kecil karena akan membebani APBD Riau 2025. Jika dibiarkan, hal ini akan menghambat berbagai sektor pembangunan di Riau. Mulai dari jalan, fasilitas pendidikan dan kesehatan, hingga sektor ekonomi masyarakat bisa terganggu,” ujar Fuad Santoso, Ketua KNPI Riau, dalam keterangannya kepada media, Rabu (25/6/2025).
Fuad juga menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah bukanlah sekadar angka, tetapi menyangkut langsung hajat hidup masyarakat. Maka dari itu, menurutnya, DPRD sebagai lembaga pengawasan harus bertindak tegas dan tidak pasif. “Jangan sampai DPRD hanya menjadi lembaga formalitas yang membubuhkan stempel tanpa fungsi kontrol yang nyata,” katanya.
Cipayung Plus Riau yang terdiri dari KAMMI, HMI, GMNI, PMII, GMKI, IMM, dan Himapersis turut menyampaikan sikap keras. Mereka menilai DPRD tidak boleh hanya sibuk dengan rapat-rapat rutin dan program pokok pikiran (Pokir), tetapi harus segera membentuk Pansus yang bekerja secara independen dan transparan untuk membongkar penyebab defisit ini.
“Kami ingin akar persoalan ini diungkap secara tuntas, mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaan. Jika ditemukan pelanggaran, harus ada pertanggungjawaban. Jangan ada pembiaran karena menyangkut uang rakyat,” ungkap pernyataan sikap bersama Cipayung Plus.
Mahasiswa juga memberikan ultimatum bahwa jika dalam waktu dekat DPRD Provinsi Riau tidak merespons tuntutan ini secara serius, maka gelombang aksi unjuk rasa akan terus digelar. Mereka mengancam akan menurunkan massa dalam jumlah besar untuk memenuhi jalan-jalan utama Kota Pekanbaru.
Gerakan moral ini, menurut mereka, bukan sekadar bentuk kritik, tetapi juga bentuk tanggung jawab mahasiswa dan pemuda terhadap arah pembangunan dan keuangan daerah.
“Kalau DPRD diam, kami akan turun lebih banyak lagi,” pungkas Fuad Santoso. (rls/fin)