Potret NasionalPotret PendidikanPotret Riau

Wacana Kenaikan UKT, Beban Kuliah Makin Berat

7
×

Wacana Kenaikan UKT, Beban Kuliah Makin Berat

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi. (foto/goriau.com)

JAKARTA – Kabar wacana kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) akibat efisiensi anggaran pemerintah memicu keresahan mahasiswa. Ulwanul Askan (21), mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, merasakan kecemasan mendalam karena selama ini ia membayar UKT dengan hasil kerja serabutan.

Ulwan pernah mengajukan keringanan UKT ke kampus, namun ditolak. Situasi ini semakin sulit karena sejak semester 4, ia membiayai sendiri kehidupan dan perkuliahannya. Untuk menutupi kebutuhan kuliah, sewa tempat tinggal, dan biaya hidup sehari-hari, ia mengandalkan pekerjaan ojek online dan pekerjaan sampingan lainnya.

“Untuk bayar kuliah harus kerja dulu, sementara pekerjaan saya tidak menentu. UKT saya sekarang Rp3 juta, berat mengumpulkannya, apalagi kalau naik,” keluh Ulwan, Minggu (16/2).

Sebagai mahasiswa perantau dari Pemalang kutip goriau.com, Jawa Tengah, Ulwan terus berusaha bertahan di Ibu Kota. Jika UKT benar naik, ia hanya bisa berharap menambah jam kerja setelah kuliah. “Efisiensi anggaran jangan sampai menyentuh sektor pendidikan, karena dampaknya akan seperti efek domino bagi saya,” katanya.

Muhammad Nizar (22), mahasiswa semester akhir, juga merasakan kekhawatiran serupa. Mahasiswa asal Sukabumi, Jawa Barat ini mengaku resah karena kondisi ekonomi keluarganya tidak selalu stabil. Jika UKT naik, beban orang tuanya akan semakin berat.

“Sekarang jadi makin bingung. Kalau UKT naik, orang tua semakin terbebani,” ujar Nizar, mempertanyakan janji pemerintah terkait pendidikan gratis.

Tak hanya Ulwan dan Nizar, banyak mahasiswa lain yang mengandalkan kerja sampingan untuk membayar kuliah. Wacana kenaikan UKT akibat pemangkasan anggaran pendidikan oleh pemerintah semakin memperberat beban mereka.

Anggaran Dipangkas, Pendidikan Terjangkau Hanya Mimpi

Pengamat pendidikan Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah, menilai pemangkasan anggaran pendidikan sebesar Rp14,3 triliun menunjukkan inkonsistensi pemerintah dalam memajukan pendidikan terjangkau di Indonesia.

“Tanpa pemotongan pun, kualitas PTN kita sudah rendah, apalagi jika dipotong,” kata Jejen saat dihubungi.

Ia berharap pemerintah tidak menyetujui usulan kenaikan UKT dari kampus. Menurutnya, kenaikan UKT akan sangat menyulitkan mahasiswa dari keluarga kurang mampu. “UKT yang ada saja sudah besar bagi keluarga miskin dan menengah,” ujarnya.

Jejen juga menyoroti dampak pemotongan anggaran terhadap tenaga pengajar. Ia menilai kebijakan ini berpotensi membuat dosen kehilangan fokus mengajar karena harus mencari pekerjaan sampingan. Bahkan, beberapa dosen mungkin memilih berhenti mengajar demi pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.

Sebelumnya, pemerintah memangkas anggaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dari Rp22,5 triliun menjadi Rp14,3 triliun. Pemotongan ini mencakup berbagai pos penting, termasuk subsidi perguruan tinggi, beasiswa KIP Kuliah, serta tunjangan dosen non-PNS. (***)