PEKANBARU – Kuasa Hukum Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (Koppsa-M), Armilis Ramaini, SH, menanggapi sejumlah pemberitaan yang dinilainya tendensius dan memojokkan kliennya.
Dalam keterangannya, Selasa (4/2/2025), Armilis menegaskan bahwa PTPN IV Regional III justru belum menyelesaikan kewajiban mereka dalam perjanjian kemitraan kredit koperasi primer untuk anggota (KKPA).
“Fakta di lapangan menunjukkan bahwa dari 1.650 hektare yang dijanjikan dalam perjanjian KKPA, hanya sekitar 600 hektare yang produktif. Itu pun dengan prasarana kebun yang tidak memadai, banyak yang terbengkalai, bahkan sebagian tidak pernah dibangun,” ujarnya tulis goriau.com.
Armilis membantah keras pemberitaan yang menyebutkan pengurus koperasi di bawah kepemimpinan Nusirwan bermanuver seolah-olah telah dikriminalisasi dan mengabaikan hak-hak petani. Ia menilai pernyataan tersebut tidak berdasar dan menyesatkan.
“Tidak ada baku bantah antar petani maupun kuasa hukum saat pemeriksaan setempat. Klaim bahwa saya dan Suwandi berusaha mengalihkan perhatian ketua majelis hakim dengan alasan areal yang kurang terawat juga tidak benar. Faktanya, kuasa hukum memiliki hak untuk menunjukkan kondisi kebun yang sesungguhnya,” jelasnya.
Dalam pemeriksaan setempat, ditemukan banyak prasarana kebun yang rusak parah, termasuk jalan dan jembatan panen yang memprihatinkan. Armilis menyebutkan, pemeriksaan bahkan harus dilakukan dengan sepeda motor trail, berjalan kaki, dan ada area yang sama sekali tidak dapat dimasuki.
“Bahkan Ketua Majelis Hakim sempat terjatuh dari motor dan terperosok ke saluran air karena tidak adanya jembatan akses ke dalam kebun,” tambah Armilis.
Ia juga menanggapi pernyataan Surya, kuasa hukum PTPN IV Regional III, yang seolah-olah ingin menyelamatkan masyarakat dan pengelolaan koperasi. Armilis menilai pernyataan tersebut keliru dan mengada-ada.
“Faktanya, PTPN IV justru hendak merebut lahan masyarakat dengan mengajukan sita untuk memaksakan pembayaran klaim piutang Rp140 miliar yang tidak jelas dasarnya,” tegasnya.
Armilis juga membantah bahwa dana yang dikeluarkan PTPN IV merupakan bentuk kontribusi positif atau kebaikan terhadap koperasi. Menurutnya, sebagai avalis, PTPN IV memang memiliki kewajiban penuh membayar kredit ke bank akibat kegagalan mereka dalam membangun dan mengelola kebun.
“Ini bukan soal kebaikan, tapi kewajiban mereka yang tidak dijalankan dengan benar. Akibatnya, hasil kebun tidak optimal dan tidak cukup untuk membayar kredit ke bank,” pungkasnya. (***)