PEKANBARU – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menyatakan berkas perkara dugaan korupsi dana hibah Palang Merah Indonesia (PMI) Riau tahun anggaran 2019-2022 telah lengkap atau P-21.
Dengan demikian, kasus yang menjerat mantan Ketua PMI Riau, Syahril Abu Bakar, serta Bendahara, Rambun Pamenan, segera memasuki tahap penyerahan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Iya, sudah P-21. Berkas perkara dinyatakan lengkap berdasarkan penelitian berkas oleh Jaksa Peneliti. P-21-nya per hari ini,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Riau, Zikrullah, Rabu.
Dikutip goriau.com, dengan dinyatakannya berkas lengkap, penyidik akan segera melimpahkan kedua tersangka beserta barang bukti ke JPU. Setelah itu, berkas akan diserahkan ke pengadilan untuk segera disidangkan.
“Kami masih menunggu jadwal pelimpahan tahap II untuk segera melanjutkan proses hukum ke tahap berikutnya,” tambahnya.
Dana Hibah Rp6,15 Miliar Diselewengkan
Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan dana hibah sebesar Rp6,15 miliar yang diterima PMI Riau dari Pemerintah Provinsi Riau selama periode 2019-2022.
Dana tersebut seharusnya digunakan untuk berbagai program PMI, seperti belanja barang, pemeliharaan inventaris, perjalanan dinas, dan publikasi. Namun, penyidik menduga dana itu diselewengkan untuk kepentingan pribadi kedua tersangka.
Modus yang digunakan termasuk pembuatan nota pembelian fiktif, mark-up harga, dan penyusunan kegiatan yang tidak sesuai kenyataan. Bahkan, terjadi pemotongan dana yang seharusnya diterima pihak berhak, seperti gaji pengurus dan staf markas PMI.
Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Riau, penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,112 miliar.
Penahanan dan Ancaman Hukuman
Syahril Abu Bakar dan Rambun Pamenan ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Desember 2024. Rambun langsung ditahan, sementara Syahril yang juga Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) sempat mangkir dari panggilan penyidik. Ia baru ditahan pada 12 Desember 2024 setelah menjalani pemeriksaan.
Keduanya dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara. (***)