JAKARTA – Komisi V DPR telah mengesahkan pagu indikatif anggaran 2025 untuk Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Anggaran kedua lembaga itu kena efisiensi hingga 50 persen.
Berdasarkan hasil rapat yang digelar Kamis (6/2/2025), pagu indikatif APBN 2025 hasil efisiensi yang disahkan untuk BMKG adalah senilai Rp1,4 triliun dari sebelumnya senilai Rp2,8 triliun. Kemudian, Basarnas dari Rp1,01 triliun dari sebelumnya Rp1,4 triliun.
Selain itu, Komisi V DPR RI juga menyepakati besaran APBN 2025 setelah efisiensi untuk Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (DPDT), dan Kementerian Transmigrasi.
Anggaran Kementerian PU senilai Rp29,5 triliun dari sebelumnya Rp110,9 triliun, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) senilai Rp1,61 triliun dari sebelumnya Rp5,2 triliun, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dari sebelumnya senilai Rp2,1 triliun menjadi Rp1,1 triliun, kemudian Kementerian Transmigrasi dari senilai Rp122,4 triliun menjadi Rp75,02 triliun.
Ketua Komisi V Lasarus menegaskan efisiensi anggaran harus dilakukan karena udah diatur dalam tata tertib dan ditetapkan lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
Dalam aturan itu, Presiden Prabowo Subianto menargetkan total penghematan anggaran negara sebesar Rp306,69 triliun. Rinciannya, Rp256,1 triliun dari belanja kementerian/lembaga (K/L) dan Rp50,59 triliun dari dana transfer ke daerah.
“Pagu indikatif itu kewenangan penuh pemerintah, ya, itu sudah pakem, makanya ada Inpresnya dan turun surat dari Menteri Keuangan. Setelah disahkan pagu indikatifnya kita akan rapat khusus dengan kementerian dan lembaga terkait, yang kemudian diperdalam lagi programnya dengan eselon 1-3,” kata Lasarus.
Sementara itu, Kepala Basarnas Kusworo berharap program layanan untuk masyarakat yang menjadi tugas Basarnas bisa tetap optimal.
“Layanan terhadap masyarakat tetap 24 jam dan itu tidak boleh tidak dilakukan,” ujarnya seperti dilansir cnnindonesia.
Terpisah, BMKG mengajukan permohonan dispensasi terkait pemotongan anggaran kepada Presiden Prabowo demi ketahanan nasional dan keselamatan masyarakat Indonesia dari ancaman bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Muslihhuddin mengatakan secara prinsip mendukung dan mengikuti arahan efisiensi anggaran sesuai instruksi presiden. Namun, ia mengatakan pemotongan anggaran tersebut akan berdampak signifikan terhadap belanja modal dan belanja barang, termasuk terhadap pemeliharaan alat yang tidak dapat dilaksanakan pada tahun 2025.
Muslihhuddin menjelaskan terdapat batas minimum anggaran yang perlu dipenuhi untuk memastikan layanan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Geofisika, serta modifikasi cuaca.
BMKG menilai efisiensi anggaran ini berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) yang terancam mati. Sebab, kemampuan untuk pemeliharaan berkurang hingga sebesar 71 persen. Sehingga observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempa bumi, dan tsunami juga terganggu.
Hampir 600 alat sensor untuk pemantauan gempa bumi dan juga tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan salah satu Aloptama yang dimiliki oleh BMKG dan mayoritas kondisinya saat ini sudah melampaui usia kelayakan.
“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempa bumi dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen dan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit turun menjadi 5 menit atau lebih dan jangkauan penyebarluasan informasi gempa bumi dan tsunami menurun 70 persen,” kata Muslihhuddin. (win)