PEKANBARU – Surat terkait usulan seleksi terbuka jabatan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau yang diajukan Penjabat (Pj) Gubernur Riau, Rahman Hadi, kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) beredar luas dan menuai polemik. Surat tersebut berisi tiga poin tentang pengisian kekosongan jabatan strategis ini.
Padahal, Gubernur dan Wakil Gubernur Riau terpilih akan segera dilantik. Sesuai jadwal, pelantikan dijadwalkan pada 7 Februari 2025. Namun, jika pelantikan serentak dilakukan mulai 1 Januari 2025, sebagaimana usulan Mendagri, waktu yang tersisa hanya beberapa pekan.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Muhammadiyah Riau, Dr. Aidil Haris, menilai langkah Pj Gubri ini terburu-buru dan terkesan tidak menghargai Gubernur terpilih.
“Kenapa tidak sabar menunggu? Pelantikan tinggal hitungan minggu. Ini seolah mengabaikan peran pemimpin baru,” ujarnya kutip goriau.com, Kamis (19/12/2024).
Menurut Aidil, seharusnya Pj Gubri menjalin komunikasi politik dengan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih sebelum mengambil keputusan terkait pengisian jabatan strategis ini. “Sekdaprov adalah jabatan kunci. Sinergi dengan visi dan misi Gubernur terpilih sangat penting,” tegasnya.
Informasi dari tim Gubernur terpilih menyebutkan, dalam pertemuan sebelumnya dengan Pj Gubri, telah disepakati bahwa pengisian jabatan akan dilakukan oleh pemimpin baru. Namun, beredar surat dari Pj Gubri yang tetap mengajukan usulan pengisian jabatan Sekdaprov Riau ke Mendagri.
Surat tersebut mendasarkan usulan pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 dan Surat Mendagri Nomor 100.2.1.3/1575/8SJ tanggal 29 Maret 2024. Tiga poin utama dalam surat tersebut adalah:
- Jabatan Sekdaprov Riau kosong karena pejabat sebelumnya mengundurkan diri untuk mencalonkan diri dalam Pilkada.
-
Pengisian jabatan akan dilakukan melalui mekanisme seleksi terbuka.
-
Pj Gubri meminta petunjuk Mendagri untuk memastikan proses berjalan sesuai aturan.
Aidil menilai, jika pengisian jabatan ini dilakukan tanpa koordinasi, hal tersebut menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.
“Cara seperti ini tidak mencerminkan budaya Melayu yang menjunjung tinggi kehormatan. Komunikasi politik yang baik seharusnya diutamakan,” tutupnya. (***)