PEKANBARU – Patroli rutin yang dilakukan Samapta Polda Riau pada Minggu, 8 Desember 2024, di Kota Pekanbaru berujung pada penangkapan 16 pemuda yang diduga terlibat dalam aktivitas geng motor dan membawa senjata tajam (sajam). Para pemuda tersebut diamnakan dan langsung diserahkan ke Polsek Payung Sekaki untuk diproses hukum lebih lanjut.
Namun, belasan pemuda itu kemudian dipulangkan kepada orangtua mereka oleh Polsek Payung Sekaki, dengan alasan tidak ada bukti keterlibatan dalam aktivitas kriminal. Meskipun demikian, senjata tajam berupa samurai dan beberapa sajam lainnya tetap disita oleh pihak kepolisian.
Dikutip goriau.com, Kanit Reskrim Polsek Payung Sekaki, Ipda Irfan Siswanto, membantah tuduhan bahwa pihaknya telah “membebaskan” belasan pemuda tersebut. Ia menegaskan bahwa mereka hanya dipulangkan setelah proses edukasi dan penandatanganan surat perjanjian oleh orangtua masing-masing.
“Bukan dilepaskan, tetapi dipulangkan kepada orangtuanya. Kami mengedukasi mereka, sementara barang bukti sajam tetap disita,” kata Ipda Irfan kepada media pada Selasa, 10 Desember 2024.
Menurut Irfan, penyerahan belasan pemuda oleh Samapta Polda Riau dilakukan tanpa penjelasan lengkap, dan pada saat itu tim Reskrim Polsek sedang berada di luar kantor untuk menangani kasus penggelapan mobil.
Lokasi Penangkapan Bukan Wilayah Polsek Payung Sekaki
Irfan juga menambahkan bahwa lokasi penangkapan para pemuda tersebut berada di wilayah Garuda Sakti, Kubang, dan Kualu, yang bukan merupakan area hukum Polsek Payung Sekaki.
“Samapta menyerahkan mereka ke Polsek kami tanpa memberikan kronologi yang jelas, lalu pergi begitu saja. Setelah kami interogasi, ternyata mereka tidak saling kenal dan lokasi kejadian juga bukan di wilayah kami,” jelas Irfan.
Ia menegaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan awal, para pemuda itu tidak memiliki keterkaitan satu sama lain maupun dengan aktivitas geng motor yang selama ini menjadi perhatian kepolisian.
Senjata Tajam Tetap Disita
Meski demikian, pihak Polsek tetap menyita senjata tajam yang ditemukan sebagai langkah antisipasi.
“Kami memutuskan untuk tetap menyita senjata tajam sebagai barang bukti dan memastikan edukasi kepada para pemuda ini serta keluarganya,” ujar Irfan.
Kasus ini menyoroti perlunya koordinasi yang lebih baik antara Samapta Polda Riau dan Polsek setempat dalam menangani kasus-kasus serupa. Ketidakhadiran penjelasan dari pihak Samapta menyebabkan kebingungan di pihak Polsek, sehingga menyulitkan proses hukum lebih lanjut.
“Ke depannya, koordinasi yang lebih jelas diperlukan agar proses hukum dapat berjalan lebih efektif, terutama ketika ada penyerahan pihak yang diduga melakukan pelanggaran,” pungkas Ipda Irfan. (***)