DEPOK – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia baru saja meraih gelar Doktor usai menjalani Sidang Terbuka Promosi Doktor Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia di Kampus Universitas Indonesia, Depok, pada Rabu (16/10/2024). Adapun dalam sidang tersebut, Bahlil dinyatakan lulus.
Berdasarkan pantauan di lapangan, nampak Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, hingga Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie turut serta menghadiri sidang tersebut.
Selain itu, terlihat juga Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Djojohadikusumo, Politisi Senior Akbar Tanjung dan beberapa tokoh lainnya.
Adapun, dalam sidang tersebut, Bahlil mempresentasikan disertasi yang berjudul Kebijakan, Kelembagaan, Tata Kelola, Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.
Sidang Terbuka Promosi Doktor ini dihadiri oleh Prof. Dr. I Ketut Surajaya, S.S., M.A selaku Ketua Sidang, lalu Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si., M.M. (Promotor), Dr. Teguh Dartanto, S.E., M.E. (Ko-Promotor), Athor Subroto, Ph.D. (Ko-Promotor), dan lima orang penguji.
Dalam paparannya, Bahlil menjelaskan bahwa program hilirisasi yang digencarkan pemerintahan saat ini sejatinya telah memberikan dampak positif.
Meski demikian, ia mengakui masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki. Misalnya terkait Dana Bagi Hasil (DBH) yang selama ini dinilai masih belum adil bagi daerah.
“Terkait dengan kebijakan hilirisasi yang belum adil bagi daerah, kedua kelembagaan hilirisasi di Indonesia yang masih parsial, dan tata kelola yang harus diperbaiki,” kata Bahlil saat mempresentasikan disertasinya, Rabu (16/10/2024).
Selain itu, dalam paparan tersebut, ia juga turut menyoroti terkait meningkatnya kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di wilayah Sulawesi Tengah, khususnya Morowali yang menjadi salah satu daerah dalam pengembangan industri nikel di Indonesia.
Menurut Bahlil, angka penderita asma di Morowali telah mencapai 54%. Ia menilai kondisi lingkungan di Morowali yang memprihatinkan, terutama kualitas udara dan air, sebagai dampak dari kegiatan hilirisasi yang baru berkembang di kawasan tersebut.
“Khususnya di Morowali 54% kena asma semua. Kemudian di Halmahera tengah jauh lebih baik dan air di sana untuk di Morowali waduh itu minta ampun. Kenapa di Morowali seperti ini karena ini adalah barang baru,” kata dia seperti dilansir cnbcindonesia.
Meski terdapat tantangan lingkungan, Bahlil menekankan pentingnya hilirisasi dalam mendorong transformasi ekonomi. Di Morowali dan Sulawesi Tengah misalnya, ia menyebut hilirisasi telah mendorong pertumbuhan ekspor nikel hingga ratusan kali lipat.
“Ekspor di Morowali dan Sulawesi tengah itu ratusan kali lipat dari sebelumnya ada hilirisasi bahkan 50-60% dari total ekspor nasional,” ujarnya. (win)