Siak

Forikan Ngebut Turunkan Angka Stunting di Kabupaten Siak

3
×

Forikan Ngebut Turunkan Angka Stunting di Kabupaten Siak

Sebarkan artikel ini
Ketua Forikan Kabupaten Siak, Rasidah Alfedri. Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan) Kabupaten Siak ngebut membantu pemerintah untuk menurunkan angka stunting. (foto: tribunpekanbaru)

SIAK – Forum Peningkatan Konsumsi Ikan (Forikan) Kabupaten Siak ngebut membantu pemerintah untuk menurunkan angka stunting. Pasalnya, Pemkab Siak menargetkan prevalensi stunting 2023 ini 13.12 persen dan 2024 10.45 persen.

“Forikan mengambil peran progresif untuk membantu pemerintah mencapai target tersebut,” kata Ketua Forikan Kabupaten Siak, Rasidah Alfedri kutip tribunpekanbaru.com, Senin (7/11/2023).

Ia mengatakan, prevalensi stunting Kabupaten Siak sempat naik 3 persen pada Mei 2023, dari 19 persen menjadi hampir 23 persen.

Forikan bersama sejumlah organisasi dan Pemkab Siak bergotong royong untuk menurunkan angka tersebut.

Survei Status Gizi Indonesia mengatakan prevalensi stunting di Kabupaten Siak sekitar 22 persen pada akhir 2022. Hasil EPPGM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) pada Agustus 2022 menunjukkan angka 5,16 persen.

“Demi mewujudkan target 13,12 persen hingga akhir tahun dibutuhkan kerjasama dan gotong dari semua pihak agar kasus stunting di Kabupaten Siak terus mengalami penurunan,” katanya.

Forikan menggelar berbagai kegiatan untuk menurunkan angka stunting tersebut. Mulai dari menjalin kerjasama dengan PT Bumi Siak Pusako untuk memberikan penyuluhan stunting maupun bantuan gizi bagi penderita.

“Penyuluhan ini kami berikan untuk kader posyandu di kecamatan yang menjadi Lokus penurunan angka stunting tahun 2023, dan BSP mengeluarkan pembiayaan dari CSR,” katanya.

Selain itu, Forikan tingkat kampung diberdayakan pula untuk ikut terlibat lebih progresif. Mereka diberikan pelatihan membuat PMT berbahan protein hewani.

Targetnya, Forikan tingkat Kampung ini lebih aktif mengawal kasus di kampungnya serta memberikan PMT bagi penderita.

“Jadi kita bermimpi dari sekarang bahwa pada 2024 stunting tinggal sedikit hingga akhir kasus ini 0 di Kabupaten Siak. Maka muncullah generasi unggul Kabupaten Siak ke depan,” katanya.

Upaya yang dilakukan ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal. Disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.

“Penanganan masalah stunting ini membutuhkan waktu yang cukup lama, dan harus melibatkan banyak pihak, sehingga masalah stunting ini bisa diatasi,” katanya.

Rasidah menyampaikan, pada 2021 angka penderita stunting di kecamatan Kandis kurang lebih sebanyak 700 anak. Kandis ini rekor se Kabupaten Siak.

Namun berkat kerjasama dan kerja ikhlas semua pihak pada 2023 angka itu menciut menjadi 131 anak.

“Alhamdulillah, Forikan bersama semua pihak tanpa terkecuali menuai keberhasilan besar di sini, namun kita tidak boleh bangga karena angkanya masih belum 0. Kapan kita boleh bangga ketika nanti angkanya 0, karena itu kita terus bergerak,” katanya.

Menurut Rasidah, tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan. Akibatnya masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.

Padahal genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan sosial, budaya dan pelayanan kesehatan. Stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.

“Faktor keturunan itu hanya sedikit mempengaruhi tinggi atau rendahnya seorang anak ya ibu-ibu. Jadi stunting itu sudah pasti pendek, tapi kalau pendek belum tentu stunting. Kemudian ada juga yang genetiknya pendek tapi cerdas, nah itu tidak stunting,” jelas Rasidah.

Rasidah mengatakan, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting. Perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih.

Rasidah berharap banyak kepada kader posyandu, TP PKK dan Forikan tingkat kampung untuk progresif dalam menangani serta mencegah stunting.

Kader Posyandu adalah ujung tombak dari pelayanan kesehatan masyarakat.

“Ibu-ibu kader Posyandu merupakan perpanjangan tangan untuk mengatasi masalah stunting di Kabupaten Siak,” imbuhnya.

Rasidah juga menginginkan adanya pemberian makanan tambahan (PMT) yang sesuai dengan aspek gizi untuk Balita.

Mungkin anggarannya bersumber dari dana kampung dan bantuan perusahaan. Seperti, susu formula dan telur selama tiga bulan serta biskuit untuk Balita.

“Kita harus menyadari bersama-sama bahwa stunting ini terjadi bukan hanya dari kalangan keluarga kurang mampu saja, namun bisa juga terdapat dari keluarga yang berkecukupan,” katanya.

Lebih lanjut Rasidah menyampaikan, berdasarkan hasil penelitian para ahli, pemberian protein hewani seperti telur atau aneka ikan kepada anak, terbukti lebih efektif mencegah anak terkena stunting dibandingkan biskuit atau bubur kacang hijau.

Menurutnya, protein hewani mengandung zat gizi lengkap seperti asam amino, mineral dan vitamin yang penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak.

“Saya berharap ibu-ibu kader Posyandu atau Forikan dalam pemberian makanan tambahan (PMT) yang diberikan pada balita oleh posyandu, harus menggunakan protein hewani,” katanya.

Tidak hanya memberikan protein hewani pada anak, berat dan tinggi badan anak juga harus dipantau secara berkala di Posyandu.

Ini penting untuk melihat keberhasilan intervensi sekaligus upaya deteksi dini masalah kesehatan gizi sehingga tidak terlambat ditangani. (p24)