PELALAWAN – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Pelalawan mengamankan 10 orang muda-mudi yang tinggal bersama di sebuah gubuk di Pangkalan Kerinci, Senin (2/10/2023).
Pasangan muda-mudi itu terdiri dari 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan yang mendiami sebuah gubuk di Jalan Lintas Kilometer 55. Kelima pasangan tak memiliki ikatan pernikahan ini diamankan karena sudah meresahkan masyarakat sekitar.
Bersama dengan perangkat serta warga setempat, Bhabinkamtibmas, dan personil Satpol PP menggiring lima pasangan kumpul kebo itu untuk di bawa ke markas Satpol PP.
“Tadi pagi langsung diamankan bersama masyarakat dan pihak kepolisian. Ternyata mereka tidak memiliki identitas dan surat pernikahan,” ungkap Kepala Satpol PP dan Damkar Pelalawan, Tengku Junaidi M.AP, Senin (2/10/2023).
Awalnya, tim dari Bidang Ketenteraman dan Ketertiban Umum (Trantibum) Satpol PP melakukan patroli ke Jalan Kilometer 55 tepat di dekat Gedung Olahraga (GOR) Tengku Pangeran.
Tim Satpol PP mendapatkan laporan dari masyarakat bahwa ada sekolompok muda-mudi yang tinggal di sebuah gubuk.
Alhasil personil Satpol PP dan aparat lainnya menggerebek pasangan muda-mudi yang dituding kumpul kebo itu. Mereka di bawa ke kantor Satpol PP untuk dimintai keterangan dan didata oleh penyidik PPNS.
Berdasarkan pengakuan dari para muda-mudi yang tinggal di gubuk bekas itu, mereka merupakan warga Pelalawan dan ada yang dari luar daerah. Kebanyakan dari 10 muda-mudi yang masih belia itu kabur dari rumah orangtuanya dan broken home.
Akhirnya mereka memilih jadi gelandangan dan terkadang sebagai anak punk.
Mereka tinggal di berbagai tempat seperti emperan toko, di tepi, jalan serta di rumah kosong maupun gubuk yang tidak dihuni lagi. Termasuk tempat mereka diamankan itu adalah gubuk kosong bekas warga yang berkebun.
“Kita berikan pengarahan dan menandatangani surat pernyataan. Jika kembali tertangkap akan diproses berdasarkan Perda Trantibum,” papar Tengku Junaidi.
Dijelaskannya, para muda-mudi yang memilih menjadi gelandangan dan hidup bebas itu tidak mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) ataupun identitas sejenisnya. Sehingga petugas memanggil orangtua maupun wali yang bertanggungjawab atas mereka.
Setelah proses pendataan tulis tribunpekanbaru, penandatanganan surat pernyataan, serta pengarahan mereka dikembalikan kepada orangtuanya.
“Ini sifatnya non yustisi dan persuasif. Namun jika kembali mengulang perbuatannya, kita proses secara hukum sesuai kewenangan kami,” pungkasnya. (p24)