PEKANBARU – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) kubu Syahril Abu Bakar atau versi Mubes Dumai mendatangi Komisi I DPRD Riau mengadukan pelanggaran penggunaan dana hibah dan persoalan dualisme di lembaga adat itu yang tak kunjung selesai.
Syahril menyebut bahwa persoalan ini menjadi pelik karena LAMR kubu Raja Marjohan Jusuf seolah dilindungi oleh Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar.
“Sebagaimana yang kawan-kawan maklumi, bahwa LAM ini kan sudah terbelah sejak April tahun 2022. Artinya ada sebagian yang membuat LAM baru, dan kebetulan mereka ini memang didukung oleh gubernur riau Syamsuar dengan tuduhan kita sudah melanggar AD/ART sehingga kita di Musdalub-kan, tapi pesertanya tidak lebih dari 5 kabupaten/kota, sementara LAM itu 12 kabupaten/kita, artinya tak forum. Tapi mereka tetap buat, tetap jalan,”ujarnya kutip tribunkanbaru, Kamis (12/10/2023).
Menurut Syahril, pihaknya telah melakukan mekanisme sesuai AD/ART dan sudah menggelar Mubes juga pada bulan April serta didukung oleh 8 Kabupaten/Kota yang mana secara kuantitas lebih banyak.
“Tapi ini semua karena ada campur tangan penguasa, jadi tetap diakui, alasannya gubernur sudah mengukuhkan dan diberi fasilitas kantor besama penggunaan dana hibah. Sementara di dalam Pergub Nomor 1 tahun 2022 dikatakan bahwa bagi organisasi yang sedang berkonflik tidak boleh mencairkan anggaran,” jelasnya.
Namun meski persoalan dua kubu LAMR ini masih berlangsung, anggaran tetap diberikan sehingga Syahril menduga telah terjadi pelanggaran terhadap Pergub.
“Tapi Dinas Kebudayaan sudah mencairkan anggaran, artinya telah terjadi pelanggaran. Karena Pergub adalah produk Pemprov, makanya kami mengadu ke Komisi I karena membidangi hukum dan pemerintahan. Kami sudah datangi ketua DPRD tapi tak berani beliau menerima kami,”jelasnya.
Syahril mengungkapkan, sisa hibah untuk LAM Riau ketika dirinya menjadi ketua sebelum terjadi konflik ini masih ada Rp3,5 miliar.
“Yang sisa kami saja dulu Rp3,5 miliar pada tahun anggaran 2022, yang sekarang untuk tahun anggaran 2023 saya tidak tahu, ada yang bilang Rp8 miliar tapi saya tidak tanya lebih lanjut, jadi tidak tahu jugalah,”tegasnya.
Syahril ingin agar persoalan LAMR ini benar-benar diselesaikan dan sementara proses itu, Pemprov jangan memberikan hibah dan fasilitas lain.
“Inginnya diselesaikan. Dana hibah jangan digunakan lagi karena sedang bersengketa dan kantor itu dikosongkan, biar sama-sama. Tidak bisa bermain-main di sebalik kekuasaan. Ini kan kerja kawan-kawan kita ni mengepit kepala harimau istilah Melayunya. Kalau harimaunya mati macam mana? Apalagi harimaunya sudah mengundurkan diri saat ini,”ujarnya.
Sementara itu Ketua Komisi I DPRD Riau, Edy A Mohd Yatim yang menerima langsung kedatangan rombongan LAMR versi Mubes Dumai menyebut bahwa pihaknya menerima secara terbuka siapapun yang datang untuk mengadu.
“Jadi mereka sengaja ke Komisi I untuk melaporkan kondisi LAMR itu sendiri, bahwa menurut mereka masih sampai saat ini belum ada keputusan mana LAMR yang legal dan tidak legal. Masih berproses. Kami sebagai wakil rakyat tentu menerima kunjungan yg dilakukan datuk-datuk dari LAMR Mubes Dumai itu, sambil juga kita menerima banyak pandangan dan masukan terkait kisruh yang ada tentang LAMR ini,”ujarnya. (p24)