SIAK – PT Kimia Tirta Utama (KTU), Astra Agro Lestari membuka dokumen terkait ganti rugi lahan pecahan 117 KK, Jumat (27/10/2023) di kecamatan Koto Gasib. Seluruh klausul, kewajiban dan tanggungjawabnya sudah ditunaikan sejak awal.
“Kami heran kok masih ada yang mengklaim atas nama pecahan 117 Kk, padahal semua hak dan kewajiban sudah selesai,” kata Community Development Area Manager wilayah Riau, Dede Putra Kurniawan tulis tribunpekanbaru.com.
Ia menegaskan, perusahaan yang berlokasi di Koto Gasib, kabupaten Siak, tidak ingin mengabaikan kepentingan masyarakat.
Sejak awal beroperasi, kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit ini tidak semata mengejar keuntungan, namun ingin memberi dampak bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
“Perusahaan ini punya komitmen yang kuat dan ingin masyarakat ikut tumbuh berkembang dengan cara memberi perhatian dan peduli pada lingkungan sekitar. Itu sebabnya kami bekerja sama dengan masyarakat maupun pemerintah,” katanya..
Dede menyebut ada pihak mengatasnamakan kelompok pecahan 117 KK yang menuding perusahaan belum memenuhi janji berupa ganti rugi lahan.
Bahkan perusahaan juga didemo puluhan orang dengan tudingan tersebut.
“Secara konseptual, tidak mungkin hal yang dituduhkan itu dilakukan PT KTU. Perusahaan ini memiliki semangat membangun,” katanya.
Dede menyampaikan, perusahaan menunaikan kesepakatan dengan memberikan hak-hak masyarakat.
Kesepakatan tersebut dituangkan ke dalam akta notaris Neni Sanitra SH. Dokumen yang ditandatangani 7 April 2010 dengan judul Akta Pelepasan Hak.
Di dalamnya disepakati 117 KK melepaskan hak dan menerima ganti rugi.
Kesepatakan itu menegaskan juga bahwa di kemudian hari 117 KK tidak bisa menuntut atau menggugat kembali hak yang telah dilepaskan tersebut.
Selain itu yang membuat dia heran adalah terkait kerja sama PT KTU dan Koperasi Produsen Sentra Madani.
Terutama, ia menanyakan alasan kelompok 117 KK menghubung-hubungkan klaim mereka dengan keberadaan koperasi tersebut.
Menurutnya, sebelum sertifikat HGU PT KTU dan sertifikat Produsen Sentra Madani terbit pada 2020, ada proses pengecekan lapangan melalui Panitia B.
Selain itu, pada 2019 juga ada pernyataan dari penghulu kampung setempat bahwa tanah tidak bersengketa.
“Proses penerbitan itu membutuhkan waktu yang lama dan tidak ada gugatan dari pihak masyarakat. Kenapa di tahun 2023 ini baru muncul klaim lahan seluas 80 ha,” ujar Dede.
Dede meminta kepada semua pihak agar melihat data dan poin kesepakatan atas ganti rugi tersebut.
KTU juga tidak mau mengambil hak orang lain untuk melancarkan usaha perkebunannya.
“Justru KTU ingin perusahaan dan warga sekitar perusahaan tumbuh berkembang bersama sejak awal,” katanya. (p24)