Potret Internasional

Terkait Banjir Renggut Ribuan Nyawa, 8 Pejabat Libya Ditangkap

4
×

Terkait Banjir Renggut Ribuan Nyawa, 8 Pejabat Libya Ditangkap

Sebarkan artikel ini
Evakuasi korban banjir Libya. (Foto: dok.REUTERS/Amr Alfiky)

TRIPOLI – Jaksa Agung Libya memerintahkan penangkapan delapan pejabat setempat sebagai bagian dari penyelidikan terhadap bencana banjir beberapa waktu lalu yang menewaskan ribuan orang di negara tersebut.

Seperti dilansir AFP, Senin (25/9/2023), banjir bandang yang disamakan oleh para saksi mata seperti gelombang tsunami, menjebol dua bendungan tua pada 10 September lalu setelah badai menerjang area sekitar Derna, kota pelabuhan di Libya bagian timur.

Kantor Jaksa Agung Libya menyatakan para pejabat setempat yang ditangkap itu diduga melakukan ‘manajemen buruk’ dan lalai. Disebutkan juga bahwa para pejabat itu saat ini atau sebelumnya bertugas di kantor yang bertanggung jawab atas sumber daya air dan pengelolaan bendungan.

Pada Sabtu (23/9/2023) waktu setempat, jumlah korban tewas akibat banjir, secara resmi menurut pemerintah Libya, saat ini melampaui 3.800 orang. Sementara kelompok bantuan internasional melaporkan 10.000 orang atau lebih masih hilang.

Setelah meluncurkan penyelidikan atas banjir parah tersebut, Jaksa Agung Libya Al-Seddik al-Sur mengatakan lebih dari sepekan lalu bahwa dua bendungan di area hulu Derna telah mengalami keretakan sejak tahun 1998 silam.

Namun perbaikan yang dimulai oleh sebuah perusahaan Turki tahun 2010 terhenti setelah beberapa bulan, ketika revolusi Libya tahun 2011 berkobar dan perbaikan itu tidak pernah dilanjutkan. Seperti dilansir detikcom, Jaksa Libya berjanji mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab.

Revolusi yang didukung NATO tahun 2011 berhasil menggulingkan diktator Muammar Khadafi, yang berujung konflik lebih dari satu dekade. Saat ini, Libya terpecah antara pemerintahan yang berbasis di Tripoli yang diakui secara internasional di wilayah barat dan pemerintahan lainnya di wilayah timur yang dilanda banjir.

Pasukan pemerintahan timur bertahun-tahun lalu melancarkan serangan yang gagal terhadap ibu kota Tripoli yang berakhir dengan gencatan senjata tahun 2020. Sejak saat itu, periode yang relatif stabil telah berlangsung dan memungkinkan Libya yang dilanda perang untuk berusaha membangun kembali negaranya.

Sejak revolusi Libya tahun 2011, anggaran telah dialokasikan setiap tahun untuk memperbaiki kedua bendungan itu, namun tidak ada satupun pemerintahan yang melanjutkan pekerjaan itu. Dalam laporan tahun 2021 dari biro audit Libya, para pejabat mengkritik ‘penundaan’ dalam melanjutkan perbaikan di kedua bendungan.

Kemudian pada November 2022, para insinyur dan akademisi Abdel Wanis Ashour memperingatkan dalam sebuah penelitian bahwa ‘bencana’ mengancam Derna jika otoritas setempat tidak melakukan pemeliharaan terhadap bendungan tersebut. (win)