Potret Internasional

Pentagon Akui Ukraina Jadi ‘Laboratorium’ Inovasi Militer AS

5
×

Pentagon Akui Ukraina Jadi ‘Laboratorium’ Inovasi Militer AS

Sebarkan artikel ini
Pentagon mengakui Ukraina sebagai laboratorium inovasi militer. (Foto: AFP/ARIS MESSINIS)

WASHINGTON – Kementerian Pertahanan Amerika Serikat atau Pentagon mengakui telah menjadikan Ukraina sebagai arena “laboratorium” inovasi militer.

Asisten Menhan AS untuk Strategi dan Perencanaan, Mara Karlin, menyebut Ukraina menjadi laboratorium militer khususnya di bidang Kecerdasan Buatan dan drone.

“Ada hal-hal yang tidak Anda pelajari dalam konflik, misalnya lewat latihan perang, dan ada hal-hal yang pasti akan dipelajari ketika ada perang,” ujar Karlin, seperti dikutip RT.

Dia mengatakan, “Jelas sekali, Ukraina adalah laboratorium pembelajaran inovasi militer. Saya rasa, kita semua tidak kekurangan contoh.”

Memandang Ukraina sebagai “laboratorium” militer sebenarnya tak hanya diungkapkan oleh sekutu pendukung Kyiv di luar negeri, tapi juga oleh para pemimpin di negara tersebut.

Konflik antara Rusia dan Ukraina bahkan “diiklankan” sebagai peluang bagi para produsen senjata Barat, oleh Menteri Pertahanan Aleksey Reznikov.

“Pendukung Kyiv di Barat dan raksasa industri pertahanan bisa melihat apakah senjata mereka benar-benar berfungsi, seberapa efisien, dan apakah senjata itu perlu ditingkatkan,” ujar Reznikov beberapa waktu lalu.

“Bagi industri militer dunia, Anda tidak dapat menemukan tempat pengujian yang lebih baik.”

Awal 2023 lalu, Ukraina memang berhasil merebut kembali sebagian besar wilayahnya dari Rusia lewat serangkaian serangan balik. Ukraina menggempur pasukan Rusia dengan artileri dan roket buatan AS.

Saat serangan balik tersebut, militer Ukraina “dipandu” oleh sistem penargetan buatan sendiri yang dikembangkan secara langsung di medan perang.

Perangkat lunak buatan Ukraina itu mengubah komputer tablet dan telepon pintar menjadi alat penarget teknologi canggih, yang kini dipakai secara luas oleh militer Ukraina.

Dilansir cnnindonesia, pejabat AS yang mengetahui inovasi itu mengatakan alat tersebut sangat efektif mengarahkan tembakan artileri Ukraina ke sasaran Rusia.

Selain itu, perang di Ukraina juga memberikan kesempatan langka bagi AS dan sekutunya untuk mempelajari sistem senjata mereka saat digunakan secara masif.

“Ukraina benar-benar merupakan laboratorium senjata karena tidak ada satu pun dari peralatan ini pernah digunakan dalam perang antara dua negara industri maju. Ini adalah ujian pertempuran dunia nyata,” kata seorang sumber intelijen Barat, dikutip CNN.

Selama invasi Rusia di Ukraina sejak Februari 2022 lalu, Ukraina memang mendapat banyak kiriman bantuan militer dari negara-negara sekutu di Barat.

Pekan ini misalnya, AS mengonfirmasi rencana pengiriman tank M1 Abrams untuk Ukraina dalam waktu dekat. Rencananya total 31 tank bakal dikirim ke Kyiv.

“Saya dengan senang hati mengumumkan bahwa tank M1 Abrams, yang menjadi komitmen AS, akan segera memasuki Ukraina,” kata Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, dikutip dari AFP.

Washington menjanjikan 31 tank kepada Kyiv, yang menjadi bagian dari bantuan militer senilai lebih dari US$43 miliar (setara Rp661 triliun). Tank pertama disebut bakal dikirim dalam bebrapa hari mendatang.

Keputusan untuk menyediakan tank Abrams ke Ukraina merupakan sebuah perubahan, karena sebelumnya pejabat pertahanan AS berulang kali mengatakan tank itu tidak cocok untuk pasukan Kyiv karena kompleksitasnya. (win)