PEKANBARU – Kuasa Hukum M Noer menilai bahwa penetapan tersangka kliennya yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Riau terkait pengrusakan pohon sawit dinilai prematur.
Kuasa hukum M Noer yang terdiri dari 3 orang Yusril Sabri, Muslim Amir dan Antisnus Mesalayuk mengajukan permohonan pra peradilan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru atas penetapan tersangka mantan Sekda Kota Pekanbaru tersebut.
“Kita nilai penyidik Ditreskrimum terlalu prematur dalam penetapan tersangka klien kami karena tidak cukup alat bukti, oleh karena itu kami ajukan pra peradilan untuk menguji kebenaran penyidik dalam menetapkan tersangka klien kami,” kata Yusril, Rabu (23/8/2023).
Yusril juga mempertanyakan bahwa dalam pelaporan kliennya, identitas pelapor tidak disebutkan. Sedangkan di dalam Peraturan Kapolri (Perkap) identitas pelapor harus dijelaskan secara jelas. Secara hukum, menurut dia sampai saat ini belum beralih kepada pelapor.
“Belum diserahkan pengadilan. Dia masih menang di atas kertas. Belum dialihkan haknya kepada pelapor sehingga belum punya kekuatan hukum,” ujarnya.
Atas dasar tersebutlah pihaknya pada 9 Agustus 2023 mengajukan gugatan praperadilan ke PN Pekanbaru. Persidangan pertama sudah digelar pada 16 Agustus lalu. Akan tetapi, pihak kepolisian yang dalam hal ini Penyidik Subdit IV Ditreskrimum Polda Riau meminta persidangan ditunda hingga 28 Agustus mendatang.
“Saya herannya, pada hari sidang pertama penyidik memanggil M Noer kembali, panggilan kedua sebagai tersangka. Padahal kan praperadilan tengah berjalan. Belum lagi pemanggilan dikirimkan lewat pos dan bukan secara langsung kepada klien kami maupun keluarga klien kami,” cakapnya.
Ia juga menjelaskan kemudian akar persoalan yang membelit kasus pidana mantan Sekdako Pekanbaru. Di mana berawal dari M Noer yang membeli 20 hektare tanah di Kelurahan Lembah Damai, Rumbai pada tahun 2003 dari seseorang bernama Soedirman.
“Sedangkan pelapor membeli tanah juga kepada saudara Soedirman pada tahun 2005. Karena merasa tanah tersebut dijual secara double, begitu kan, pelapor ini melaporkan saudara Soedirman. Oleh Mahkamah Agung diputus bahwa saudara Soedirman tidak bersalah. Dan mengatakan bahwa objek tanah yang dijual berbeda,” sebutnya.
Dari sana dilakukan beberapa gugatan atas tanah M Noer oleh pelapor. Diakui dia, gugatan tersebut dimenangkan oleh pelapor hingga beberapa tingkatan. Namun pada perjalanan kasusnya terdapat beberapa ketetapan hukum yang bertentangan. Salah satunya ialah penetapan MA terhadap Soedirman (penjual tanah) yang dinyatakan tidak bersalah.
“Bila MA menyatakan bahwa saudara Soedirman tidak bersalah, maka tanah yang dimiliki M Noer dan saudara pelapor ini merupakan objek yang berbeda. Sehingga pada 18 Maret 2022, klien kami Bapak M Noer mengajukan peninjauan kembali (PK) kedua ke MA dan masih bergulir sampai saat ini,” ungkapnya.
Soal pidana yang menjerat M Noer, Yusril menjelaskan peristiwa tersebut bermula pada 12 Agustus 2021. Orang suruhan pelapor datang ke tanah yang berperkara untuk melakukan pengosongan objek tanah dengan didasari putusan hakim pengadilan yang memenangkan gugatan pelapor. Saat itu, sebanyak 200 batang pohon sawit milik M Noer yang sudah ditanam sejak tahun 2005, ditebang habis.
Keesokan harinya, tanggal 13 Agustus 2021, M Noer mengetahui adanya perambahan pohon sawitnya. Ia kemudian menghentikan aksi pembabatan tersebut. Dan meminta agar pekerja yang ada di lokasi untuk memperbaiki kembali parit yang ditutupi. Saat itu, para pekerja menuruti permintaan M Noer dan menata kembali lahan seperti sedia kala.
“Besoknya pada tanggal 14 Agustus 2021, baru ditanam pohon sawit berumur kurang dari 1 tahun sebanyak 70 batang. Oleh pegawai Bapak M Noer batang itu dicabut. Pencabutan itulah yang dilaporkan sehingga menyebabkan klien kami sebagai tersangka pada 31 Juli 2023,” paparnya.
Pihaknya kemudian berkeberatan atas penetapan tersangka. Karena ada beberapa poin yang dinilai tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dijelaskan dia, bahwa objek lahan yang berperkara sampai saat ini belum diserahterimakan oleh pengadilan kepada pelapor usai memenangkan gugatan. Padahal, penyerahan itu diatur dalam standar operasi prosedur (SOP) eksekusi lahan oleh pengadilan.
“Perlu kita ketahui di dalam amar putusan perkara No.98 ini tidak ada kata-kata penyerahan. Yang ada pengosongan. Artinya diekskusi, tidak ada diminta penyerahan dalam amar ini. Saya anggap perkara ini belum selesai dan prematur menetapkan M Noer sebagai tersangka. Karena belum cukup dua alat bukti terhadap legal standing atau hak dari pada pelapor,” tutupnya. (bin)