PEKANBARU – Mantan Gubernur Riau (Gubri) Annas Maamun mengkritik program wajib belajar 12 tahun. Pasalnya, program tersebut tidak didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana (Sarpras).
“Jadi kalau kita programkan wajib belajar (wajar) 12 tahun, kita siapkan gedung sekolah
yang cukup. Kalau hanya program saja gedung sekolah ndak ado, nak kemano belajar.
Dibawah pokok kayu, tak bisa,” ujar mantan Gubri 2014-2016 tersebut usqai menghadiri
rapat paripura hari jadi ke-66 Provinsi Riau di Gedung DPRD Riau, Rabu (9/8/23).
Didampingi mantan wakilnya Arsyad Juliandri Rachman, Annas menyarankan Gubri Syamsuar agar membangun gedung sekolah dengan bagus.
“Dibangun gedung sekolah. Maunya setiap desa tu ada sekolah. Setiap Kecamatan itu harus ada SMP dan SMA, iya ndak. Setiap kecamatan tu harus ada SMP dan SMA. Kalau desa atau kecamatan tu banyak penduduknya, bangun 3 buah SMP dan 1 SMA ya 1 buah,” ujarnya.
Mantan Gubri 2014 – 2016 tersebut mengatakan, kalau sekedar program syah-syah saja.
Akan tetapi yang paling penting adalah pelaksanaan.
“Program banyak-banyak untuk apo gunonyo kalau tak ado pelaksanaanyo, iya ndak,” tandas Annas Maamun dengan bahasa Melayu yang kental.
Sebelumnya Gubri Syamsuar mengatakan, pendidikan merupakan salah satu hak warga negara.
Oleh karena itu negara harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu pendidikan dan relevansi pendidikandalam menghadapi tantangan sesuai dengan perkembangan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Syamsuar mengungkapkan, Pemprov Riau telah menerbitkan Peraturan Gubernur Wajib Belajar (Wajar) 12 Tahun di Provinsi Riau. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada anak di Riau yang berusia 12-18 tahun yang tidak mengikuti program wajar 12 tahun.
Ia mengatakan, sejak 2019-2023 Pemprov Riau telah membangun 19 unit sekolah baru (USB) SMK/SMK dan 330 Ruang kelas Baru tanpa merinci di daerah mana saja dibangun.
Menariknya, klaim dibangunnya 19 USB tersebut sepertinya belum terasa di kota Pekanbaru yang memang pertumbuhan penduduknya cukup tinggi.
Buktinya dari 13 ribu lebih lulusan SMP tahun 2023 ini hanya mampu menampung 9 ribu siswa di SMA/SMK Negeri. Selebihnya terpaksa bersekolah di Swasta dan selebihnya memilih bekerja membantu orangtuanya. (fin)