Potret24.com- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Gamawan Fauzi, menjawab pertanyaan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri soal perubahan di Sumatera Barat.
Gamawan menangkap tiga hal dalam pidato Megawati saat mempertanyakan perubahan di Sumatera Barat.
“Ada tiga hal yang disampaikan Bundo Mega dalam kedua kesempatan itu. Pertama, Sumatera Barat atau Minangkabau sudah berbeda dari yang beliau kenal, karena niniak mamak tidak tampak lagi oleh warga Sumatera Barat. Kedua, beliau bertanya kepada buya Syafii Maarif, kenapa Sumatera Barat berubah? Sudah tidak ada lagi tradisi musyawarah mufakat niniak mamak,” kata Gamawan.
“Ketiga, Sumatera Barat kini tak lagi memiliki tokoh nasional yang populer seperti sebelum dan awal kemerdekaan,” imbuh dia.
Gamawan tak menampik ada perubahan di Sumatera Barat seiring perkembangan zaman. Namun, ia menyebut beberapa hal tetap dipertahankan. Misalnya, prinsip-prinsip “Adat bersendi syarat, syarak bersendi Kitabullah”.
“Perubahan dalam sudut pandang orang Minangkabau adalah sebuah keniscayaan, karena itu ada ungkapan ‘sakali aia gadang sakali tapian barubah’ yang bermakna setiap fenomena atau kejadian tertentu akan membawa perubahan. Tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri,” kata Gamawan dalam keterangan tertulis, Selasa (11/1).
Gamawan juga menyampaikan kekhawatiran Megawati soal hilangnya tradisi (kelembagaan) ninik mamak tidak benar. Dia menjelaskan ninik mamak masih ada dan memegang peran sentral dalam sejumlah bidang kehidupan.
Ia kemudian menjelaskan fungsi, peran, dan kedudukan ninik mamak dalam sistem sosial, serta adat dan budaya Minangkabau. Gamawan bilang budaya Minangkabau tidak menganut sistem kekuasaan terpusat. Setiap nagari memiliki otonomi sendiri-sendiri.
“Kebesaran, peranan dan kekuasaan ninik mamak (yang biasanya dikukuhkan dengan gelar Datuk) hanya ada di nagari, dan lebih khusus lagi di dalam kaum atau suku ninik mamak itu sendiri,” kata Gamawan.
“Tidak ada konsep seorang ninik mamak bisa berkuasa atau berperan di luar nagarinya sendiri, apalagi sampai tingkat yang lebih luas seperti Provinsi Sumatera Barat atau Minangkabau secara keseluruhan,” imbuh dia.
Mantan Gubernur Sumatera Barat itu sepakat dengan Megawati soal berkurangnya tokoh nasional asal Sumatera Barat. Namun, menurut Gamawan, hal itu terjadi karena pemerataan kesempatan bagi seluruh anak bangsa.
“Belakangan, ketika bangsa Indonesia telah menikmati kemerdekaan dan mulai maju pula di bidang pendidikan, tentulah suku bangsa dan daerah lain sudah dapat pula ikut menyumbangkan sumber daya manusia mereka dalam semua aspek pembangunan bangsa dan negara kita,” ujarnya.
Gamawan berharap kerisauan Megawati soal Sumatera Barat bisa dimaknai positif oleh orang Minangkabau. Dia berharap kerisauan itu akan berubah menjadi senyuman.
Sebelumnya, Megawati berkali-kali mengkritik Sumatera Barat dalam berbagai pidato. Dia menilai provinsi itu telah berubah dari sejak masa perjuangan kemerdekaan.
Mega mengaku pernah berdiskusi dengan tokoh Muhammadiyah sekaligus anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Ahmad Syafii Maarif (Buya).
“Saya tanya kenapa sih Sumatera Barat menjadi berubah ya Buya? Sudah tidak adakah yang namanya tradisi bermusyawarah mufakat oleh Ninik Mamak itu?” ujar Megawati dalam peringatan hari ulang tahun ke-49 PDIP yang disiarkan melalui kanal Youtube, Senin (10/1).(cnn)