Potret24.com – Turis asing hingga kini masih enggan melakukan perjalanan wisata ke Bali. Padahal, Pulau Dewata sudah dibuka untuk wisatawan mancanegara (wisman) dari 19 negara pada 14 Oktober 2021 lalu.
Adapun 19 negara yang boleh masuk Bali yakni Bahrain, China, Hungaria, India, Italia, Jepang, Korea Selatan, Kuwait, Liechtenstein, Norwegia, Perancis, Uni Emirat Arab (UEA), Polandia, Portugal, Qatar, Saudi Arabia, Selandia Baru, Spanyol dan Swedia.
Pelaku pariwisata Bali menyebut 5 kebijakan yang menjadi biang kerok turis asing enggan ke Bali. Kebijakan tersebut yakni berkaitan dengan visa, karantina, penerbangan, pilihan negara yang dibuka hingga adanya kewajiban asuransi.
“Jadi hal-hal inilah yang menyebabkan kita ini seolah-olah Bali itu dibuka, tapi aturannya yang menjauhkan tamu itu untuk tidak datang ke Bali,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah Indonesian Hotel General Manager Association (DPD IHGMA) Bali Agus Made Yoga Iswara, Selasa (21/12/2021).
Yoga Iswara menilai, kebijakan visa bagi wisatawan yang masuk ke Bali sementara ini masih harus menggunakan essentials business visa. Dirinya menilai, penerapan visa business atau essential visa memberatkan wisman masuk Bali.
“(Jadi) bukan visa tourist atau VoA (visa on arrival). Jadi ini kan memberatkan, kuotanya terbatas 1.500, sedangkan membutuhkan sponsor dan biaya-biaya yang lainnya,” jelas Yoga Iswara.
Kemudian yang kedua yakni kebijakan yang mengharuskan karantina bagi wisman yang masuk ke Pulau Dewata. Yoga Iswara berharap, agar kebijakan penerimaan wisman di Bali bisa seperti di Langkawi, Malaysia dan Phuket, Thailand.
“Kami berharap Bali bisa dijadikan seperti Langkawi atau pun Phuket sehingga tamu yang datang bisa lebih mudah mereka untuk datang, karena kita telah memiliki golden standar. Jadi yang datang harus di-PCR di sana, kemudian sampai di bandara di-PCR juga,” harapnya.
Tak hanya itu, kebijakan penerbangan juga dinilai oleh Yoga Iswara masih menghambat turis asing masuk ke Bali. Sebab mereka jika ingin berlibur ke Pulau Dewata terpaksa harus menggunakan penerbangan langsung atau direct flight.
“Nah ini salah satu yang membuat kenapa Bali susah dimasuki karena penerbangannya harus direct. Kami berharap ada kebijakan fleksibilitas untuk transit juga untuk ke Bali,” pintanya.
Di sisi lain, Yoga menilai bahwa daftar 19 negara yang warga negaranya boleh ke Bali belum bertemu dengan pola yang ada. Sebab, ada negara yang low risk dari COVID-19 seperti Australia, belum diizinkan masuk Bali karena regulasinya tidak mengizinkan.
Kemudian kebijakan kelima yang dinilai menghambat turis asing ke Bali yakni adanya keharusan nominal asuransi yang terlalu tinggi. Yoga Iswara menyebut, nominal coverage asuransi wisman ke Bali harus US$ 100 ribu atau hampir Rp 1,5 miliar.
“Kan seperti itu sangat berat sekali. Jadi itu terlalu tinggi. Jadi kami harapkan mungkin diturunkan apakah 50 ribu USD atau minimal asuransinya itu bisa meng-cover COVID-19, jadi tidak ada angka,” harap Yoga Iswara.
Di sisi lain, Yoga Iswara berharap Bali bisa diperlakukan parsial atau khusus dalam penanganan pandemi COVID-19. Sebab situasi Bali sudah sangat berdarah-darah dalam menghadapi pandemi COVID-19.
“Kami ingin berharap Bali ini diperlakukan parsial atau diperlakukan khusus. Dengan bleeding kita yang cukup besar wajar kalau seandainya penanganan COVID-19 di Bali ini kalau bisa dipisahkan dengan Jawa,” kata dia.
“Jadi jangan Jawa-Bali, kalau bisa Bali khusus diperlakukan, karena tingkat bleeding dan kesiapan untuk Bali itu berbeda. Di sinilah kita harus mencari benang merahnya,” ungkap Yoga Iswara. (detik)