Potret InternasionalPotret Peristiwa

Akibat Covid 19, Warga China Semakin Stres

3
×

Akibat Covid 19, Warga China Semakin Stres

Sebarkan artikel ini

Potret24.com,- Warga China dilaporkan semakin sering mengeluhkan stres dan frustrasi menghadapi kebijakan penanganan Covid-19 pemerintah yang dinilai sangat ketat.

Hampir dua tahun pandemi berkecamuk, hampir dua tahun pula pemerintah China menerapkan strategi nol kasus Covid-19 untuk meredam pandemi.

Stretegi nol kasus Covid-19 terdiri dari penutupan perbatasan, larangan perjalanan internasional, penutupan wilayah (lockdown) parsial ketat, hingga tes massal.

Pemerintah China kerap menerapkan lockdown ketat di tempat-tempat publik, perumahan, hingga kota-kota dengan klaster Covid-19 baru meski hanya mendeteksi satu kasus virus corona.

Kerugian dari strategi pemerintah ini sangat dirasakan oleh sekitar 210 ribu penduduk Ruili. Kota yang berbatasan langsung dengan Myanmar itu telah menghadapi tiga lockdown total dan tes Covid-19 massal yang rutin akibat wabah baru yang bermunculan.

 

Strategi penanganan Covid-19 itu telah menyeret banyak bisnis dan usaha di kota itu pada ambang kebangkrutan.

Seorang pedagang bermarga Lin di Ruili mengatakan bisnis perhiasannya tengah berada di ujung tanduk. Akibat lockdown, toko Lin yang kerap dikunjungi turis dan penggemar perhiasan kini sepi.

“Kami terus beroperasi, tapi kami terus terbengkalai,” kata Lin kepada AFP.

Rasa frustrasi di antara warga juga terungkap di sebuah unggahan WeChat dari mantan wakil walikota Dai Rongli. Dai mengatakan tindakan itu “memeras tanda-tanda kehidupan terakhir” di luar kota.

Seorang warga lainnya juga curhat bahwa hanya orang-orang yang menjalani aturan yang dapat merasakan sedih dan putus asanya berada dalam kondisi yang tak menentu.

“Hanya mereka yang berada dalam situasi ini yang tahu betapa menyedihkan perasaan orang-orang,” tulis seorang warga setempat sebagai tanggapan.

Salah satu bayi balita di Ruili bahkan telah melakukan lebih dari 70 tes swab Covid-19, media lokal melaporkan.

Sementara itu, seorang videografer bermarga Lu mengatakan dia terpaksa menghabiskan tabungan hanya untuk membayar sewa ruang kantornya.

Sebab, sejak pandemi berkecamuk dan lockdown kerap berlangsung tak ada proyek dan acara yang bisa ia liput lagi.

“Saya tidak bisa bertahan lebih lama lagi,” katanya.

Di awal pandemi, strategi nol kasus Covid-19 ini memang dianggap manjur. Sebab, hanya dalam beberapa bulan China mampu meredam penyebaran virus corona.

Namun, sejak varian Delta menyebar luas di berbagai penjuru dunia, termasuk China, lonjakan Covid-19 kembali terdeteksi di Negeri Tirai Bambu meski telah menerapkan strategi nol Covid-19.

Sejauh ini, klaster Covid-19 baru telah terdeteksi di lebih dari 40 kota dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu menempatkan jutaan warga berada di bawah lockdown.

Acara pernikahan hingga upacara pemakaman dibatalkan lagi. Sekolah-sekolah kembali ditutup dan ratusan penerbangan domestik pun dibatalkan. Hal ini, kerap membuat ribuan warga yang hendak bepergian

Selain warga, para pejabat publik juga mengalami tekanan serupa. Pemerintah pusat kerap memecat mereka yang dianggap gagal mengendalikan Covid-19 di daerah masing-masing.

Tekanan ini membuat pemimpin daerah rela melakukan apa saja demi mengendalikan Covid-19 di wilayah masing-masing.

Salah satu wilayah di China bahkan menawarkan ribuan dolar hadiah bagi mereka yang memiliki informasi terkait wabah Covid-19.

“China menghadapi tekanan domestik yang meningkat untuk beralih ke pendekatan penanganan Covid-19 yang lebih fleksibel,” kata seorang pengamat dari Council for Foreign Relations, Yangzhong Huang.

Dalam wawancara televisi yang tersebar secara luas pada bulan ini, seorang profesor Universitas Hong Kong, Guan Yi, juga mempertanyakan strategi Covid-19 China tersebut yang dinilai sudah tidak efektif.

Guan juga menganggap China seharusnya tidak melakukan pengujian massal setiap kali ada klaster atau memberikan dosis vaksin penguat tanpa data yang cukup soal kemanjurannya. (cnn)