Potret24.com, Jakarta – Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) telah mengungkap hasil autopsi Trio Fauqi Virdaus, pria asal Jakarta Timur yang meninggal usai menerima vaksinasi COVID-19 AstraZeneca.
Tindakan autopsi ini dilakukan untuk mengungkap penyebab kematiannya dan adanya kemungkinan kaitannya dengan vaksin COVID-19.
“Kami turut berduka cita dengan kejadian ini. Berdasarkan permintaan pihak Dinas Kesehatan DKI Jakarta, tim forensik RSCM telah melakukan otopsi klinis terhadap almarhum Trio Fauqi Virdaus. Autopsi klinis dilakukan dengan sangat teliti, oleh karena itu diperlukan waktu yang cukup panjang,” jelas Prof Dr dr Hindra Irawan Satari, Ketua Komnas KIPI dalam rilis Kemenkes RI, dikutip Selasa (3/8/2021).
Dari hasil autopsi tersebut, pihak Komnas KIPI menemukan beberapa fakta baru. Berikut beberapa di antaranya.
Tidak ada cukup bukti untuk mengaitkannya dengan KIPI
Berdasarkan hasil autopsi, dr Hindra mengatakan sampai saat ini tidak ada cukup bukti yang cukup untuk mengaitkan kematian Trio dengan vaksin COVID-19 yang diberikan, yaitu AstraZeneca.
“Selain itu, autopsi klinis dilakukan oleh tim dokter profesional dan independen. Kesimpulannya, tidak cukup bukti sampai dengan saat ini untuk mengaitkan KIPI yang terjadi dengan imunisasi yang diberikan,” jelasnya.
Tidak ada tanda-tanda pembekuan darah
Diketahui, salah satu efek samping parah yang diduga berkaitan dengan vaksin AstraZeneca adalah adanya pembekuan darah. Namun, dari hasil autopsi Trio, tidak ditemukan adanya pembekuan darah.
“Hasil otopsi klinis juga tidak menunjukkan adanya pembekuan darah, atau blood clot, yang selama ini diduga dapat ditimbulkan karena vaksin AstraZeneca,” sambungnya.
Prof Hindra mengaku kejadian tersebut akan menjadi catatan laporan KIPI serius untuk terus memantau pelaksanaan vaksinasi ke depan, meskipun bukti yang ada belum bisa menunjukkan apakah vaksin AstraZeneca benar menjadi penyebabnya.
Ditemukan adanya kelainan paru-paru
Ketua Tim Autopsi Klinis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Dr dr Ade Firmansyah Sugiharto SpFM(K) mengungkapkan bahwa analisis autopsi memakan waktu berbulan-bulan karena jenazah sudah membusuk.
Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh secara makroskopik dan mikroskopik serta laboratorium dengan melibatkan ahli kedokteran forensik dan medikolegal, patologi anatomik, patologi klinik, mikrobiologi, dan ilmu penyakit dalam.
Hasilnya, dr Ade mengatakan ada kelainan di bagian paru Trio. Tetapi, itu belum bisa menjadi bukti kuat untuk ditetapkan sebagai penyebab kematiannya.
“Dari hasil autopsi klinis ditemukan kelainan di paru, namun tidak adekuat untuk ditetapkan sebagai penyebab kematian karena jenazah telah membusuk lanjut saat diotopsi,” sambungnya. (gr)