Potret24.com, Jakarta – Rupiah mencatat penguatan pertama melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pekan ini. Tidak sekedar menguat, rupiah juga menjadi yang terbaik di Asia pada hari ini. Sentimen pelaku pasar yang membuat membuat penguatan rupiah tak terbendung, ditambah lagi dengan kabar baik dari dalam negeri.
Kasus penyakit virus corona (Covid-19) di Indonesia terus menunjukkan penurunan, sementara Bank Indonesia (BI) juga mengumumkan kebijakan moneter hari ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,34% ke Rp 14.490/US$. Setelahnya, rupiah memangkas penguatan hingga tersisa 0,17% saja.
Rupiah akhirnya bisa bangkit lagi dan makin kuat hingga mengakhiri perdagangan di Rp 14.480/US$, atau menguat 0,41% di pasar spot. Dengan penguatan tersebut, rupiah menjadi juara Asia pada hari ini.
Hingga pukul 15:03 WIB mata uang Asia bervariasi melawan dolar AS, tetapi tidak ada yang sekuat rupiah.
Membaiknya sentimen pelaku pasar terlihat dari menguatnya bursa saham global sejak Rabu kemarin, dan berlanjut di pasar Asia pagi ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bahkan melesat lebih dari 1,7%.
Kala sentimen pelaku pasar membaik, maka aliran modal akan masuk ke negara emerging market yang memberikan inmbal hasil tinggi speerti Indonesia. Alhasil, rupiah menjadi perkasa.
Selain itu, dolar AS yang menyandang status aset aman (safe haven) juga menjadi kurang menarik ketika sentimen pelaku pasar membaik.
Membaiknya sentimen pelaku juga ditambah kabar baik dari dalam negeri. Kemarin, penambahan kasus Covid-19 dilaporkan sebanyak 33.772 orang, turun dari hari sebelumnya 38.257 orang.
Penambahan kasus kemarin juga merupakan yang terendah sejak 6 Juli, dan sudah cukup jauh di bawah rekor penambahan 56.757 yang dicatat pada Kamis pekan lalu.
Terus menurunnya kasus Covid-19 memperbesar peluang dilonggarkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat atau yang saat ini disebut PPKM Level 3 dan 4, pada 26 Juli mendatang.
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan saat mengumumkan kebijakan moneter siang ini.
Pada Kamis (22/7/2021), Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%. Suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility juga bertahan masing-masing 2,75% dan 4,25%.
Kali terakhir BI menurunkan suku bunga acuan adalah pada Februari 2021. Selepas itu, suku bunga selalu ditahan dengan stabilitas nilai tukar rupiah menjadi alasan utama.
“Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan sistem keuangan karena ketidakpastian di pasar keuangan global di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dari dampak Covid-19,” kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG.
Sementara itu Perry mengungkapkan, nilai rupiah yang melemah di bulan Juli ini dipengaruhi adanya aliran modal keluar dari negara berkembang. Selain itu ada ‘flight to quality’ alias “mencari aset aset yang baik.
“Secara rata-rata rupiah mengalami pelemahan 0,29% secara point to point dan 1,14% secara rata-rata dibandingkan posisi akhir Juni 2021,” kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi persnya, Kamis (22/7/2021).
“Aliran modal keluar dari negara berkembang, didorong perilaku flight to quality di tengah pasokan valas domestik yang masih memadai,” kata Perry.
Nilai rupiah terdepresiasi 3,39% sejak awal 2021. BI memandang pelemahan masih relatif lebih rendah dari depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lain seperti Filipina, Malaysia, dan Thailand.
“BI terus memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamental dan mekanisme pasar melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar,” terang Perry. (gr)