Potret24.com, Jakarta – Aturan durasi makan di warteg dan PKL maksimal 20 menit jadi kontroversi. Bahkan banyak yang mengolok-olok kebijakan tersebut.
Jadi idealnya berapa lama waktu yang seharusnya diberikan pemerintah?
Ketua Umum Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni mengatakan bahwa durasi makan sebenarnya tergantung masing-masing orang.
“Kan tergantung, 5 menit pun bisa kalau memang yang makan saya, gubernur, bupati yang sehat sehat, kan bisa saja,” kata dia kepada detikcom, Rabu (28/7/2021).
Tapi perlu diperhatikan juga orang-orang tua yang makan di warteg tentu membutuhkan waktu lebih lama.
“Yang makan ini kan ada orang tua, apalagi saya lihat itu kan yang penjaga, yang penyapu itu kan banyak yang sepuh ya, banyak yang tua, terus mereka kalau misalnya makan kalau cepat-cepat tersedak, kan nanti timbul masalah lagi bukan COVID yang menyebabkan dia meninggal tapi gara-gara peraturan ini yang mengakibatkan dia kecelakaan,” jelasnya.
Lalu juga ada pengemudi ojek online (ojol) yang tak jarang makan di warteg sambil menunggu orderan. Tentu tak bisa dipastikan bahwa si driver ojol dalam waktu kurang dari 20 menit bisa mendapatkan pesanan dari pelanggan.
Sementara penjaga warteg tentu tidak enak hati bila memintanya pergi.
Mukroni juga menjelaskan bahwa ketika pengemudi ojol nongkrong di warteg tidak berbicara. Sebab, mereka fokus dengan telpon genggam menunggu orderan.
“Dia kerjanya sama handphone kok, karena dia kan menunggu order, dia kan hanya melototi handphone, kan di warteg kan sambil nunggu ya kan. Tapi dia kan menerima orderan nggak bisa dihitung ’20 menit saya dapat, jangan khawatir nanti saya akan keluar dari warteg’ nggak bisa begitu. Terus kan kita sungkan,” paparnya.
Belum lagi untuk menu-menu segar membutuhkan waktu lebih lama untuk proses penyajiannya.
Misalnya saja lauk lele, harus diproses dalam keadaan hidup, lalu dimatikan, dibersihkan, baru kemudian dimasak. Itu memerlukan waktu tak sedikit.
“Terus yang makan tadi sambil ngopi, kopi itu kan panas,” tambahnya. (gr)