Potret24.com, Payakumbuh- Dugaan pemotongan pemberian insentif Jasa Pelayanan Medis, serta Insentif Dana Covid-19 di lingkungan RSUD Adnaan WD. Hal itu, dihearing Komisi C DPRD Kota Payakumbuh, Kamis (6/5/2021).
Komisi C DPRD ini pertemuan dengan Dinas Kesehatan, Rumah Sakit RSUD Adnaan WD Kota Payakumbuh untuk bisa mendengarkan penjelasan terkait polemik pembayaran jasa medis dan insentif Covid-19 yang terjadi di RSUD Adnaan WD, tersebut.
Rapat ini diikuti Koordinator Komisi C Armen Faindal, Ketua Komisi C Ahmaz Zifal bersama Wakil Ketua Komisi C Mesrawati, serta Sekretaris Syafrizal, dan anggota.
Anggota DPRD ini mendengar paparan dari Direktur Rumah Sakit dr. Yanti yang menerangkan, diakibat klaim dari BPJS terlambat itu membuat jasa pelayanan rumah sakit juga ikut terlambat dibayar kepada petugas di rumah sakit. Dia pun menambahkan, saat ini jasa medis dari rumah sakit itu sudah dibayarkan untuk bulan Oktober 2020 di bulan Mei 2021.
“Sementara itu, untuk bulan November 2020 hingga sekarang ini masih belum bisa dibayarkan. Karena Perwako baru terkait adanya perubahan nomenklatur managemen rumah sakit aturan lainnya belum keluar. Kami sedang memproses Perwako baru itu, dan insyaallah dalam waktu dekat selesai,” sebutnya.
Terkait dana insentif Covid-19, terang dr. Yanti memang dana BOK tahap kedua tidak dikucurkan lagi oleh pusat.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan dr. Bahkrizal menjelaskan, kalau terkait insentif Covid-19 bagi puskesmas bisa dibayarkan hingga Desember 2020. Hal ini karena dinas menganggarkan Biaya Tak Terduga (BTT), sehingga tidak ada kendala dibayar bagi tenaga kesehatan puskesmas sampai kini.
Bakhrizal juga menerangkan sesuai PP Nomor 72 Tahun 2019, menyebutkan, semuanya telah merubah SPTK RSUD. Dimana, direktur rumah sakit memang yang bertanggungjawab kepada dinas kesehatan, rumah sakit pumya otonomi khusus.
Terkait riak-riak di internal rumah sakit, ungkap Bakhrizal adanya pemahaman yang keliru selama ini dari bawah. Yaitu
karena kurangnya informasi itu diakses dokter, perawat, dan bidan ini di Rumah Sakit tentang mekanisme pembayaran hak mereka.
“Buka sejelas-jelasnya apa yang mereka terima serta rumus apa itu dipakai. Dikarena, pihak rumah sakit tak terbuka, maka ini muncul ke media. Tata kelola informasi harus dibenahi,” ungkap Kadis yang akrab disapa Dokter Bek itu.
Setelah mendengarkan pemaparan itu, Ketua Komisi C Ahmad Zifal menyebut, sebenarnya dengan manajemen rumah sakit yang sekarang, kesenjangan akan pembayaranya jasa medis dari 10 bulan sekarang membaik, tunggakanya hanya mendekati 4 bulan. Semoga ini katanya, bisa dinormalkan, baik itu pembayaran jasa pelayanan atau jasa medis masih terlambat, maupun hak-hak lainnya.
“Kami minta komunikasi diantara dinas dan rumah sakit harus diperkuat, karena kedepan ada agpenda pertemuan yang kita laksanakan untuk dapat selesaikan masalah inskomunikasi diantara dinas dan rumah sakit,” katanya.
Ahmad Zifal dari Fraksi PPP juga menjelaskan perlu hearing dengan pihaknya komite untuk mendengar kejelasan yang terjadi.
Sementara itu, Ismet Harius dari Fraksi Nasdem Bintang Perjuangan, sempat meradang disaat membahas insentif Covid-19, dirinya ini menilai jasa medis tidak dihargai pihak rumah sakit. Bukti, dana dari pemerintah pusat itu harus kembali gara-gara kelalaian membuat SPJ. Katanya, masalah rumah sakit ini bukan gampang, apalagi petugas medis, satu hari saja mogok, akan berdampak fatal nantinya.
Wakil Ketua Komisi C Mesrawati, dirinya menyebut biasanya apabila dana yang dikucurkan pusat ini pasti berbarengan dengan juknis dan pelatihan-pelatihan. Tidak mungkin ketidakjelasan aturanya dijadikan alasan mengapa dana insentif Covid-19 dari dana BOK itu tidak dapat dicairkan.
“Besok disaat rapat lanjutan beri kami DPRD berkas aturannya. Kan dikasih duit sama pemerintah pusat itu untuk penanganan Covid-19 tetapi tidak termaksimalkan dicairkan, hanya alasan laporan SPJ telat,” ujar Mesrawati yang juga Ketua DPD PAN.
Lain lagi hal dengan politikus Golkar YB Parmato Alam, sempat juga meradang, dirinya menyayangkan kenapa hak dari tenaga medis Covid-19 yang jelas-jelqw dilini depan itu tidak dibayar yang hanya alasan SPJ telat.
Ini jelas-jelas alasanya yang tidak masuk akal ini menjadi bukti kalau Dinas Kesehatan dan RSUD tidak satu persepsi. Tidak mampu belanjakan uang dengan baik,
Diketahui katanya, sekarang sebanyak Rp2,7 miliar insentif Covid-19 di rumah sakit yang harus dibayarkan. Ini sesuai Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) nomor HK.01.07/MENKES/4239/2021 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19. Menurut Dt. Parmato Alam, bisa dibayar tunggakan tahun 2020 kemarin yang 3 bulan. (io)