Potret Nasional

Vaksin Berbayar Bertentangan Status Bencana Nasional

3
×

Vaksin Berbayar Bertentangan Status Bencana Nasional

Sebarkan artikel ini
Vaksin Covid-19 berbayar

Potret24.com, Jakarta – Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman meminta pemerintah mencabut lebih dulu status Covid-19 sebagai bencana nasional bila vaksinasi masih dibagi dalam skema gratis dan mandiri alias berbayar.

Menurutnya, penetapan bencana nasional yang termuat dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 itu sudah sewajarnya mengamini aturan dalam kondisi wabah dan darurat bencana, dimana pemerintah berperan wajib dalam memberikan pelayanan kesehatan secara gratis kepada seluruh rakyat Indonesia.

“Kalau ada vaksin yang mandiri atau dikomersialkan, itu bertentangan dengan PMK Nomor 12 Tahun 2017 dan kondisi bencana nasional. Kalau mau dilakukan mekanisme begitu [vaksin mandiri dan gratis] dicabut dulu status bencana nasionalnya agar tidak menyalahi aturan,” kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (14/12).

Dicky pun menyebut dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 itu sudah termaktub bagaimana program imunisasi atau vaksinasi harus dilakukan dalam kondisi negara dilanda wabah penyakit.

Imunisasi tersebut dikategorikan sebagai imunisasi khusus yang dalam Pasal 9 Ayat (1) berbunyi ‘Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu,’.

“Ini pandemi Covid-19 sama, bencana non-alam yang sesuai regulasi kita, sesuai PMK 12 tahun 2017 itu dalam situasi khusus ada namanya vaksinasi khusus,” jelas Dicky.

“Logikanya saja kalau misalnya saja ada bencana alam banjir dan tsunami, apa kita harus bayar ya, cara beretika bagaimana?” imbuhnya.

Tak hanya itu, ia juga mengkritisi kriteria pemberian vaksin gratis yang sampai saat ini belum terlihat jelas. Baginya, prioritas pemberian vaksin gratis terhadap golongan kurang mampu masih gamang.

Sebab, di tengah pandemi saat ini, puluhan juta orang terdampak dan berada di atas ambang kemiskinan.

Selain itu, Dicky pun sadar bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap enteng Virus Corona dan enggan divaksinasi meskipun hal itu dilakukan secara gratis misalnya.

“Dalam situasi pandemi ini, angka kemiskinan melonjak, jumlah penduduk dalam kategori rawan miskin atau di batas miskin itu puluhan juta [orang] dan mereka engap-engap,” kata Dicky.

Sebelumnya, pemerintah mengaku akan fokus menargetkan penyuntikan covid-19 kepada 173 juta penduduk atau setara dengan 70 persen penduduk di tanah air.

Sedangkan 30 persen lainnya tidak perlu menjalani vaksinasi, atau bisa dikatakan upaya ini dilakukan untuk memunculkan kekebalan komunitas atau herd immunity.

Dicky pun menjelaskan herd immunity hanya bakal tercapai bila tiga aspek terpenuhi, yakni terjaminnya efikasi dan keamanan vaksin, angka reproduksi yang ditekan seminimal mungkin, dan program vaksinasi yang dilakukan menyeluruh hampir 100 persen.

“Vaksin gratis itu berpengaruh sekali. Minimal herd immunity itu menurut saya untuk Indonesia harus 90 persen. Karena menetapkan standar yang tercapai tidak akan 90 persen, jadi kita harus menetapkan target setinggi mungkin,” jelasnya. (gr)